Saturday, August 31, 2024

Pertemuan Zakaria di Pesta Ulang Tahun

Hari itu, Zakaria berdiri di depan cermin, merapikan dasinya. Suara riuh pesta ulang tahun temannya, Reza, sudah terdengar dari jauh. Ia merasa sedikit canggung, tetapi rasa ingin tahunya lebih besar. Ia mengenakan jas biru tua yang dipadukan dengan kemeja putih, dan berangkat menuju lokasi pesta.

Di dalam gedung yang dihias penuh warna, Zakaria melihat banyak wajah familiar. Namun, satu sosok menarik perhatiannya. Nadia, teman lama yang sudah lama tidak ditemui, sedang tertawa bersama sekelompok teman. Rambut cokelatnya tergerai indah, dan senyumnya mampu membuat hati Zakaria bergetar.

Zakaria memberanikan diri mendekati Nadia. "Hai, Nadia! Lama tidak bertemu," sapanya dengan senyuman.

Nadia menoleh dan wajahnya bersinar. "Zakaria! Apa kabar? Sudah lama sekali!"

Mereka berbincang dengan hangat, mengenang masa-masa sekolah dan berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing. Zakaria merasa seperti waktu tidak pernah terpisah di antara mereka.

"Bagaimana kalau kita berfoto?" Nadia mengusulkan. Mereka berfoto di bawah balon-balon warna-warni, tertawa dan berpose seolah tidak ada yang lebih penting di dunia ini.

Saat malam semakin larut, Reza mengumumkan permainan yang akan diadakan. Semua orang diminta untuk berdansa. Zakaria merasa gugup, tetapi saat Nadia mengajaknya, semua rasa takutnya sirna.

Mereka berdansa diiringi musik yang ceria. Zakaria merasakan kedekatan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Tiba-tiba, Nadia berbisik, "Zakaria, aku ingin memberitahumu sesuatu."

Zakaria menunggu dengan penuh rasa ingin tahu, tetapi Nadia hanya tersenyum dan melanjutkan menari. Ia merasakan ada sesuatu yang belum terucap.

Setelah pesta berakhir, Zakaria dan Nadia berjalan keluar bersama. Malam itu tenang, bintang-bintang berkelap-kelip di langit. Tiba-tiba, Nadia berhenti dan menatap Zakaria.

"Zakaria, aku ingin mengajakmu ke sebuah tempat," katanya. Ia menggenggam tangan Zakaria dan membawanya menuju pintu pernikahan yang megah, yang baru saja selesai dibangun di dekat taman.

Di depan pintu pernikahan, Nadia menatap Zakaria dengan serius. "Aku ingin kita membahas sesuatu yang penting. Selama ini, aku merasa ada ikatan di antara kita yang lebih dari sekadar teman."

Zakaria terkejut. "Aku merasakannya juga, Nadia. Tapi, apa kita siap untuk itu?"

Nadia tersenyum lembut. "Kita tidak perlu terburu-buru. Apa pun yang terjadi, aku ingin kamu ada di sisiku."

Mereka berdiri di depan pintu pernikahan, seolah menunggu sesuatu yang lebih besar dari sekadar sebuah pertemuan. Malam itu, di bawah cahaya bulan, Zakaria dan Nadia merasakan bahwa kisah mereka baru saja dimulai.

Hari-hari berlalu, dan Zakaria dan Nadia semakin dekat. Mereka menjelajahi banyak hal bersama, membangun kenangan baru, dan menghadapi tantangan hidup. Pintu pernikahan itu menjadi simbol harapan dan cinta yang tumbuh di antara mereka.

Setelah malam di depan pintu pernikahan, Zakaria dan Nadia mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Mereka menjelajahi kota, mengunjungi kafe-kafe kecil, dan berbagi cerita di bawah bintang-bintang. Rasa kedekatan yang semula hanya di alam pikiran semakin nyata.

Setiap pertemuan membawa mereka lebih dekat. Zakaria menemukan bahwa Nadia adalah pribadi yang penuh semangat dan impian. Ia sering berbicara tentang masa depan dan harapannya dalam karier. Zakaria pun merasa terdorong untuk lebih mengejar mimpinya.

Namun, tidak semua berjalan mulus. Suatu hari, Nadia menerima tawaran pekerjaan di kota lain. Berita ini membuat Zakaria merasa cemas. “Apakah kita siap untuk jarak ini?” pikirnya.

Saat mereka bertemu untuk membahasnya, Zakaria berusaha menutupi keraguannya. “Kamu harus mengejar mimpimu, Nadia. Ini kesempatan besar.”

Nadia menatap Zakaria, “Tapi, aku tidak ingin kehilanganmu. Kita baru saja memulai.”

“Mungkin kita bisa mencoba hubungan jarak jauh,” Zakaria menjawab, meskipun hatinya berat.

Mereka sepakat untuk tetap berhubungan meskipun terpisah jarak. Awalnya, semuanya berjalan baik. Namun, seiring waktu, komunikasi mulai terputus. Kesibukan pekerjaan dan perbedaan waktu membuat mereka merasa semakin jauh.

Suatu malam, Zakaria menerima pesan dari Nadia yang singkat dan dingin. “Aku sibuk. Kita bicarakan nanti.” Pesan itu membuat hatinya bergetar. Ia merasa ada yang tidak beres.

Setelah beberapa bulan, Zakaria memutuskan untuk mengunjungi Nadia. Ia ingin memastikan hubungan mereka tidak pudar. Saat tiba di kota baru Nadia, ia merasa gugup.

Mereka bertemu di sebuah taman. Tatapan Nadia ketika melihat Zakaria menunjukkan campuran kegembiraan dan kesedihan. “Aku merindukanmu,” katanya pelan.

“Mari kita bicarakan semuanya,” Zakaria menjawab. Mereka duduk di bangku taman, berbagi perasaan dan kerinduan yang terpendam.

Percakapan itu membawa kejelasan. Mereka menyadari betapa pentingnya satu sama lain. “Aku tidak ingin kita berakhir,” Nadia mengungkapkan. Zakaria merasakan hal yang sama.

Mereka sepakat untuk berusaha lebih keras, menjaga komunikasi, dan merencanakan kunjungan lebih sering. Setelah beberapa lama, Nadia berhasil mendapatkan pekerjaan yang memungkinkan fleksibilitas.

Setelah setahun, Nadia kembali ke kota asalnya. Mereka merayakan reuni dengan teman-teman dan merencanakan masa depan bersama. Di sebuah malam yang romantis, Zakaria akhirnya mengungkapkan niatnya.

“Nadia, aku ingin kita melangkah lebih jauh. Apakah kamu mau bersamaku selamanya?”

Dengan air mata bahagia, Nadia mengangguk. “Ya, Zakaria. Aku siap.”

Zakaria dan Nadia merencanakan pernikahan sederhana namun penuh kasih. Mereka belajar bahwa cinta bukan hanya tentang kebersamaan fisik, tetapi juga saling mendukung dan memahami. Setiap tantangan yang mereka hadapi semakin memperkuat ikatan mereka.

Malam di depan pintu pernikahan itu menjadi kenangan indah, dan kini mereka siap membuka pintu baru dalam hidup mereka bersama.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....