Saturday, September 7, 2024

Menunggu Cinta yang Tak Kunjung Datang

Juna adalah seorang mahasiswa yang penuh semangat. Di kampus, ia dikenal sebagai sosok yang ceria dan ramah. Namun, semua itu berubah saat ia bertemu Wina. Dengan senyumnya yang menawan dan kepribadiannya yang hangat, Wina membuat Juna jatuh hati pada pandangan pertama.

Mereka bertemu di sebuah acara seminar di kampus. Juna yang biasanya percaya diri, tiba-tiba merasa gugup setiap kali berhadapan dengan Wina. Dia berusaha mendekati Wina, tetapi setiap kali berbicara, kata-katanya tampak tersangkut di tenggorokannya. Wina hanya menganggap Juna sebagai teman biasa, tanpa menyadari perasaan mendalam yang tersimpan di hati Juna.

Seiring waktu, Juna berusaha menunjukkan perasaannya. Ia sering mengajak Wina belajar bersama, namun Wina selalu lebih tertarik pada teman-teman dekatnya yang lain. Juna merasa terjebak dalam lingkaran harapan yang tak berujung. Meski hatinya hancur, ia tak bisa memaksa Wina untuk merasakan hal yang sama.

Saat Juna mulai mencoba untuk move on, berita mengejutkan datang. Wina mengumumkan bahwa ia akan menikah dengan Rian, teman sekelas mereka. Rian adalah sosok yang tampan dan penuh perhatian, segala yang diinginkan Wina. Juna merasa dunia seolah runtuh di sekelilingnya; perasaannya yang terpendam selama ini seakan terhempas begitu saja.

Setelah pernikahan Wina, Juna merasakan kesedihan yang mendalam. Namun, ia memilih untuk tetap hadir dalam hidup Wina. Ia tidak ingin menghilang, meski hatinya hancur. Juna percaya bahwa cinta sejati memerlukan kesabaran. Setiap kali Wina membutuhkan bantuan, Juna selalu siap. Ia berusaha menjadi sahabat yang baik, meskipun hatinya terus berjuang melawan rasa sakit.

Hari-hari berlalu dan Wina mulai merasakan kebahagiaan dalam pernikahannya. Juna hanya bisa tersenyum melihat Wina bahagia, meskipun ia merasa semakin terasing. Dalam hati, ia berdoa agar suatu saat Wina menyadari perasaannya yang tulus.

Tahun demi tahun berlalu, kehidupan membawa mereka ke jalur yang berbeda. Juna menyelesaikan studinya dan mulai bekerja. Meski kesibukan mengalihkan pikirannya, bayangan Wina tak pernah benar-benar hilang. Ia sering mengingat momen-momen kecil yang mereka lalui bersama.

Suatu hari, Juna menerima pesan dari Wina. Ia baru saja mengalami masa sulit dalam pernikahannya. Juna merasa tertegun; rasa sakit Wina membangkitkan kembali semua perasaan yang terpendam. Dengan penuh hati-hati, Juna menawarkan dukungan. Ia tak ingin mengambil keuntungan dari kesedihan Wina, tetapi ia juga tak bisa menahan diri untuk tidak hadir.

Dengan waktu, Wina mulai menyadari kehadiran Juna yang selalu setia. Ia mulai membuka hati kepada Juna, mengungkapkan hal-hal yang selama ini sulit diutarakan. Juna mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa pernah memberi harapan berlebih. Ia tahu, cinta tak bisa dipaksakan.

Namun, saat Wina mulai mengalami keraguan dalam pernikahannya, Juna merasa harapan itu mulai menyala kembali. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Wina mulai melihat Juna dengan cara yang berbeda—sebagai sosok yang selalu ada untuknya.

Wina akhirnya harus membuat keputusan. Ia terjebak antara kesetiaan kepada suaminya dan perasaan baru yang mulai tumbuh untuk Juna. Dalam kebingungan, Wina mengajak Juna untuk berbicara.

Di bawah bintang malam yang berkilauan, Wina mengungkapkan perasaannya. Juna mendengarkan dengan hati berdebar, tetapi ia tahu bahwa meskipun Wina kini melihatnya dengan cara baru, keputusan terakhir ada di tangannya.

“Juna, aku tak ingin menyakitimu. Aku harus mencari tahu apa yang benar-benar aku inginkan,” kata Wina.

Juna mengangguk, menerima kenyataan dengan lapang dada. “Aku akan menunggu, Wina. Tetapi aku tidak bisa menunggu selamanya.”

Wina mengambil waktu untuk merenung. Juna tahu bahwa cinta tidak selalu berakhir bahagia, tetapi ia merasa bangga bisa menjadi orang yang selalu ada untuk Wina, apa pun yang terjadi. Mereka berdua melanjutkan hidup, dengan harapan bahwa cinta yang tulus akan menemukan jalannya.

Juna belajar bahwa menunggu bisa menjadi bentuk cinta yang paling murni, meskipun terkadang menyakitkan. Ia percaya bahwa pada akhirnya, cinta sejati akan menemukan jalannya, dengan atau tanpa dirinya di dalamnya.

Wina memutuskan untuk mengambil waktu satu bulan untuk merenung. Selama waktu itu, Juna berusaha untuk tetap sibuk. Dia fokus pada pekerjaannya, berolahraga, dan menghabiskan waktu dengan teman-teman. Namun, di dalam hatinya, selalu ada ruang untuk Wina. Setiap kali namanya muncul di pikirannya, rasa rindu itu kembali menghampiri.

Sementara itu, Wina berusaha memahami perasaannya. Ia menghabiskan waktu bersama Rian, tetapi semakin sering ia merasakan ketidakpuasan. Rian yang penuh perhatian, kadang-kadang terasa mengekang. Ia mulai mempertanyakan apakah pernikahan ini benar-benar membuatnya bahagia.

Setelah satu bulan berlalu, Wina menghubungi Juna. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kafe kecil yang menjadi tempat favorit mereka. Juna berdebar-debar saat melangkah ke kafe itu, berharap Wina datang dengan keputusan yang jelas.

Saat Wina tiba, senyumnya tampak lebih cerah, tetapi ada keraguan di matanya. Mereka duduk berhadapan, dan Juna berusaha menahan perasaannya.

“Juna, aku sudah berpikir banyak tentang kita,” kata Wina pelan. “Aku merasa bingung...”

Juna mengangguk, menunggu Wina melanjutkan.

“Aku menghargai semua yang kau lakukan untukku. Kau selalu ada saat aku membutuhkannya. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku terhadap Rian,” Wina melanjutkan.

Juna merasakan hatinya tertekan, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. “Wina, aku mengerti. Cinta itu rumit. Yang terpenting adalah kebahagiaanmu. Jika Rian bisa membuatmu bahagia, aku akan mendukungmu.”

Wina terdiam, tersentuh oleh pengertian Juna. “Tetapi… aku juga merasa ada sesuatu yang berbeda denganmu. Aku tidak bisa mengabaikan perasaan itu,” ungkap Wina, menatap Juna dengan tatapan serius.

“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” tanya Juna, berusaha menjaga nada suaranya tetap stabil.

“Aku perlu waktu lagi untuk memikirkan ini. Aku ingin memastikan bahwa aku mengambil keputusan yang tepat,” jawab Wina.

Juna merasakan harapan itu kembali menyala, tetapi ia juga tahu bahwa harapan tanpa kepastian bisa menyakitkan. “Aku akan menunggu, Wina. Tapi aku tidak ingin kau merasa tertekan.”

Hari-hari berlalu, dan Wina mulai menjauh dari Rian. Ia merasa tidak nyaman dengan perasaan yang terus tumbuh untuk Juna. Wina sering menghubungi Juna, mengajak untuk berjalan-jalan, berbagi cerita, dan tertawa. Dalam setiap pertemuan, Juna merasakan kedekatan yang semakin dalam.

Namun, perasaannya tetap campur aduk. Juna menyadari bahwa ia telah jatuh cinta pada Wina, tetapi ia tidak ingin menjadi penyebab keretakan pernikahan Wina. Ia mulai berpikir bahwa mungkin cinta sejatinya adalah membiarkan Wina menemukan jalannya sendiri.

Suatu malam, saat mereka sedang duduk di pinggir pantai, Wina tiba-tiba memegang tangan Juna. “Juna, aku sudah memikirkan semua ini. Aku merasa terjebak antara perasaanku dan tanggung jawabku sebagai istri,” katanya, suaranya penuh emosi.

Juna menatap Wina, merasakan getaran di antara mereka. “Kau tidak perlu merasa terjebak. Apa pun keputusanmu, aku akan menghormatinya.”

Wina menarik napas dalam-dalam. “Aku ingin jujur padamu. Aku tidak ingin kehilanganmu, tetapi aku juga tidak bisa menyakiti Rian.”

“Cinta bukan tentang memiliki, Wina. Cinta adalah tentang memberi. Jika kau merasa lebih bahagia bersamanya, aku akan mendukungmu,” jawab Juna, berusaha tegar.

Wina terdiam, air mata mengalir di pipinya. “Aku tidak ingin menyakiti siapa pun. Tapi aku merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupku. Bersamamu, aku merasa hidup.”

Juna merasakan harapan bercampur rasa sakit. “Kau harus mengikuti kata hatimu. Apa yang sungguh kau inginkan?”

Setelah beberapa saat hening, Wina berbisik, “Aku ingin berjuang untuk perasaanku. Aku ingin memberi diri aku kesempatan untuk mencintaimu.”

Wina akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan Rian. Dengan berat hati, ia menjelaskan perasaannya yang sebenarnya. Rian yang awalnya terkejut, akhirnya memahami bahwa cinta tidak bisa dipaksakan.

Setelah berpisah, Wina dan Juna mulai menjalani hubungan yang baru. Mereka berdua menyadari bahwa cinta sejati memang memerlukan waktu dan pengorbanan. Juna yang selalu menunggu kini bisa merasakan kebahagiaan yang tulus bersama Wina.

Mereka belajar bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang saling pengertian dan dukungan. Dalam perjalanan mereka, Juna dan Wina menemukan bahwa cinta sejati tidak pernah sia-sia, meskipun harus melalui jalan yang berliku.

Cinta mereka tumbuh lebih kuat dari sebelumnya, menjadi bukti bahwa menunggu untuk cinta yang tepat adalah hal yang layak diperjuangkan. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....