Wednesday, September 25, 2024

Zidni, Aku Padamu

Zidni, Aku Padamu
Hai Sobat Kumpulan Cerpen Siti Arofah Kali ini aku mau menceritakan sebuah kisah Saskia yang tergila-gila akan ketampanan Zidni. Let's check it dot yaa Sobats.

Saskia, seorang gadis ceria dengan segudang impian, menjalani hari-harinya di SMA dengan penuh semangat. Namun, ada satu hal yang selalu menghantuinya: cinta yang tak terbalas kepada Zidni, teman sekelasnya yang tampan dan populer. Sejak pertama kali melihat Zidni, hatinya berdebar-debar. Zidni adalah sosok yang karismatik, selalu dikelilingi teman-teman dan senyuman yang menawan.

Saskia tahu bahwa Zidni memiliki kekasih, namun ia tidak bisa mengendalikan perasaannya. "Mungkin suatu saat dia akan melihatku," pikirnya, meski menyadari betapa naifnya harapan itu.

Meskipun Zidni sudah memiliki pacar, Saskia berusaha untuk tetap dekat dengannya. Ia selalu berusaha menjadi teman yang baik, meskipun hatinya terluka setiap kali melihat Zidni bersama kekasihnya. Dalam setiap obrolan, Saskia berusaha menampilkan senyum, tetapi di dalam hati, ia merasakan kesedihan yang mendalam.

"Kenapa aku tidak bisa melupakan Zidni?" keluhnya kepada sahabatnya, Mira. "Dia seolah tidak peduli padaku." Mira mengangguk, memahami perasaan sahabatnya, namun ia juga tahu bahwa mencintai seseorang yang sudah berkomitmen adalah hal yang sulit.

Setelah lulus dari SMA, Saskia dihadapkan pada pilihan universitas. Ia sangat ingin melanjutkan pendidikan di universitas terkemuka di kota. Namun, satu hal yang mengganggu pikirannya adalah Zidni. "Jika aku masuk ke universitas yang sama dengan Zidni, aku bisa lebih dekat dengannya," pikirnya.

Akhirnya, Saskia memutuskan untuk mendaftar di universitas yang sama dengan Zidni. Ia percaya bahwa ini adalah kesempatan terbaik untuk memperlihatkan perasaannya. Harapannya, dengan dekat, Zidni akan menyadari keberadaannya.

Hari pertama di universitas, Saskia merasa gugup. Ia berusaha mencari Zidni di antara kerumunan mahasiswa baru. Ketika akhirnya melihat Zidni, hatinya berdebar. Namun, saat ia mendekat, Zidni sedang berbincang dengan pacarnya, Alya. Saskia merasa seolah dunia runtuh.

"Dia tampak bahagia," pikirnya, berusaha menyembunyikan rasa sakit yang menggerogoti hatinya. Meskipun demikian, Saskia bertekad untuk tidak menyerah. Ia ingin menunjukkan kepada Zidni bahwa ia adalah teman yang bisa diandalkan.

Seiring berjalannya waktu, Saskia berusaha menjalin persahabatan dengan Zidni. Ia berusaha untuk terlibat dalam berbagai kegiatan kampus, berharap bisa lebih dekat dengan Zidni. Namun, setiap kali mereka bertemu, Alya selalu ada di samping Zidni. Rasanya semakin sulit bagi Saskia untuk mendekat.

"Saskia, kamu terlihat seperti sedang tidak bersemangat. Ada yang salah?" tanya Mira suatu hari. Saskia hanya menghela napas. "Aku hanya berharap bisa lebih dekat dengan Zidni, tapi sepertinya itu tidak mungkin."

Suatu malam, Saskia menghadiri acara kampus di mana Zidni menjadi salah satu pembicara. Ia merasa bangga melihat Zidni berbicara dengan percaya diri. Namun, saat acara berakhir, Saskia melihat Zidni dan Alya beranjak pergi tanpa memperhatikan orang lain.

Tiba-tiba, Zidni menghampiri Saskia. "Hei, Saskia! Senang melihatmu di sini!" sapanya dengan senyuman. Jantung Saskia berdebar. "Hai, Zidni! Aku senang bisa datang," jawabnya, berusaha terdengar santai.

Mereka mulai mengobrol, dan Saskia merasa harapan barunya kembali muncul. Namun, saat Alya muncul, senyuman Zidni kembali tertuju pada kekasihnya. "Maaf, aku harus pergi," kata Zidni, meninggalkan Saskia yang kembali merasakan kesedihan.

Hari demi hari berlalu, dan Saskia semakin menyadari bahwa cintanya kepada Zidni mungkin tidak terbalas. Ia mulai meragukan keputusannya untuk masuk universitas yang sama. "Apakah semua ini sia-sia?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Ia berusaha fokus pada studinya dan mencari hobi baru untuk mengalihkan perhatian. Namun, setiap kali melihat Zidni, rasa sakit itu selalu kembali. "Mungkin aku harus mulai melupakan dia," pikirnya, meskipun sangat sulit.

Suatu malam, saat berkumpul dengan teman-teman, Saskia mendengar cerita tentang seorang teman yang pernah mengalami hal serupa. "Kadang, kita harus menerima kenyataan bahwa tidak semua cinta itu terbalas. Yang terpenting adalah mencintai diri sendiri," kata temannya.

Kata-kata itu menyentuh hati Saskia. Ia mulai menyadari bahwa mencintai diri sendiri adalah langkah penting. "Aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang Zidni," tekadnya.

Dengan semangat baru, Saskia mulai lebih aktif di universitas. Ia bergabung dengan organisasi kemahasiswaan, membuat banyak teman baru, dan mengeksplorasi hobi yang selama ini terpendam. Ia merasa semakin percaya diri dan mulai menyukai dirinya sendiri.

Namun, saat ia melihat Zidni bersama Alya, hatinya masih terguncang. Meskipun demikian, Saskia berusaha untuk tidak membiarkan perasaan itu menguasai kehidupannya.

Suatu sore, Saskia menghadiri seminar tentang pengembangan diri. Pembicara mengungkapkan pentingnya memiliki keberanian untuk mengejar impian dan tidak terjebak dalam cinta yang tidak terbalas. Kata-kata itu menggugah Saskia.

"Jika Zidni tidak melihatku, mungkin sudah saatnya aku melihat diriku sendiri," pikirnya. Ia bertekad untuk fokus pada impiannya dan tidak lagi terjebak dalam cinta yang tidak terbalas.

Beberapa bulan kemudian, Saskia berkesempatan untuk menjadi panitia acara besar di universitas. Ia bekerja keras dan berkolaborasi dengan banyak orang, termasuk Zidni. Momen-momen ini memberinya kesempatan untuk berinteraksi lebih dekat dengan Zidni, tetapi ia berusaha untuk tidak terjebak dalam perasaannya lagi.

Suatu hari, saat mereka berdiskusi tentang acara, Zidni berkata, "Saskia, kamu benar-benar hebat. Aku senang bisa bekerja sama denganmu." Senyuman Zidni membuat hati Saskia berdebar, tetapi kali ini ia tidak membiarkan harapannya tumbuh terlalu besar.

Ketika acara berlangsung, Saskia merasa bangga melihat hasil kerja kerasnya. Di tengah keramaian, ia melihat Zidni dan Alya berdiri bersama, dan untuk pertama kalinya, ia merasa tidak terganggu. Ia tersenyum, menyadari bahwa ia sudah bergerak maju.

Saat acara selesai, Zidni mendekatinya. "Kamu melakukan pekerjaan yang luar biasa, Saskia. Aku sangat mengagumimu." Kata-kata itu membuat Saskia merasa dihargai, tetapi ia tahu bahwa ia harus tetap fokus pada dirinya sendiri.

Setelah acara, Saskia mendapat tawaran untuk menjadi asisten dosen di universitas. Ini adalah kesempatan besar untuk mengembangkan kariernya. Dengan senyuman, ia menerima tawaran itu dan merasa semangat baru dalam hidupnya.

Zidni terus bersikap baik kepadanya, tetapi Saskia berusaha untuk tidak mengharapkan lebih. Ia menikmati persahabatan mereka tanpa menaruh harapan yang berlebihan. Mungkin, cinta yang tulus adalah dengan memberi ruang untuk diri sendiri.

Suatu hari, saat Saskia sedang belajar di perpustakaan, seorang mahasiswa baru, Ryan, mendekatinya. Mereka mulai mengobrol dan menemukan banyak kesamaan. Ryan adalah sosok yang ramah dan perhatian. Dalam waktu singkat, Saskia merasakan ketertarikan yang baru.

Seiring waktu, Saskia dan Ryan semakin dekat. Ryan menghargai Saskia, dan ia merasa nyaman berbagi cerita dan impian. "Aku suka bisa berbagi waktu denganmu," kata Ryan, membuat hati Saskia berbunga-bunga.

Dengan Ryan di sampingnya, Saskia mulai menemukan cinta yang baru. Ia menyadari bahwa hidupnya tidak hanya tentang Zidni. Ia berhak untuk bahagia dan dicintai. "Aku tidak perlu menunggu Zidni untuk menemukan kebahagiaan," pikirnya.

Saskia berusaha menjaga kedekatannya dengan Ryan, dan mereka mulai menjalin hubungan yang lebih serius. Ryan selalu mendukung impian Saskia dan membantunya dalam setiap langkah. "Aku percaya kamu bisa mencapai segalanya," kata Ryan.

Setelah beberapa bulan menjalin hubungan dengan Ryan, Saskia merasa lebih kuat dan bahagia. Ia menyadari bahwa cinta yang sejati adalah tentang saling mendukung dan menghargai satu sama lain.

Saskia masih menghargai kenangan cintanya kepada Zidni, tetapi ia tidak lagi terjebak dalam rasa sakit itu. Ia belajar bahwa hidup terus berjalan, dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga. Sekarang, ia siap untuk melangkah ke depan dan mengejar impian-impian besarnya.

Dengan harapan baru dan cinta yang tulus, Saskia tahu bahwa masa depan menantinya dengan banyak kemungkinan. Ia mengerti bahwa cinta tidak selalu terbalas, tetapi cinta untuk diri sendiri adalah yang terpenting.

Saskia merasakan kebahagiaan yang baru bersama Ryan. Hubungan mereka tumbuh kuat, dan mereka sering menghabiskan waktu bersama, baik di kampus maupun di luar. Ryan selalu membuat Saskia merasa berharga, dan hal itu membuatnya semakin yakin akan pilihannya.

Namun, di sudut hatinya, masih ada sedikit rasa penasaran tentang Zidni. Meskipun ia berusaha untuk tidak memikirkannya, terkadang ia masih teringat kenangan saat mereka bersama di SMA. "Apakah aku sudah benar-benar move on?" tanyanya pada diri sendiri.

Suatu hari, saat Saskia dan Ryan sedang berjalan-jalan di taman kampus, mereka bertemu Zidni dan Alya. Saskia merasa sedikit canggung, tetapi berusaha untuk bersikap santai. "Hai, Zidni! Hai, Alya!" sapanya dengan senyum.

Zidni tersenyum kembali. "Saskia! Senang melihatmu. Bagaimana kabar?" Pertanyaan itu membuat hati Saskia berdebar, tetapi ia tetap berusaha tenang. "Baik, terima kasih! Ini Ryan, pacarku," katanya, memperkenalkan Ryan.

Zidni mengangguk dan memberi selamat kepada mereka. Momen itu terasa aneh, tetapi Saskia merasa bangga bisa memperkenalkan Ryan. "Aku sudah bergerak maju," pikirnya.

Seiring berjalannya waktu, hubungan Saskia dan Ryan semakin kuat, tetapi tidak tanpa tantangan. Terkadang, Saskia merasa khawatir bahwa perasaannya terhadap Zidni masih membayangi. Ia tidak ingin Ryan merasa bahwa ia tidak sepenuhnya mencintainya.

"Saskia, apakah kamu baik-baik saja? Terlihat seperti ada yang mengganggumu," tanya Ryan suatu malam saat mereka sedang menonton film. Saskia menghela napas, "Aku hanya... kadang masih teringat masa lalu." Ryan meraih tangan Saskia. "Kita semua memiliki masa lalu. Yang terpenting adalah kita di sini sekarang."

Setelah percakapan itu, Saskia merasa lebih lega. Ia memutuskan untuk lebih terbuka kepada Ryan mengenai perasaannya terhadap Zidni. "Aku hanya ingin kamu tahu, aku pernah menyukai Zidni. Tapi itu sudah berlalu," jelasnya.

Ryan mengangguk. "Aku menghargai kejujuranmu. Yang aku inginkan adalah kamu bahagia. Kita bisa menghadapi masa lalu bersama," jawabnya dengan lembut. Kata-kata Ryan membuat Saskia merasa semakin yakin untuk melanjutkan hidupnya tanpa rasa bersalah.

Meskipun sudah berusaha move on, terkadang kenangan indah bersama Zidni kembali menghantui Saskia. Suatu malam, saat melihat foto-foto lama di media sosial, ia menemukan foto-foto mereka saat masih di SMA. Air mata mengalir tanpa ia sadari.

Ryan yang melihatnya segera menghampiri. "Saskia, ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan cemas. "Aku hanya... mengingat masa lalu," jawab Saskia, berusaha menghapus air mata. Ryan memeluknya erat. "Kamu tidak sendirian. Kita bisa menghadapinya bersama."

Seiring waktu, Saskia dan Ryan merayakan ulang tahun mereka yang pertama. Ryan merencanakan kejutan yang indah, mengundang teman-teman dekat mereka dan mengatur pesta kecil di taman. Saskia merasa sangat beruntung memiliki seseorang yang begitu perhatian.

Saat pesta berlangsung, Ryan memberikan hadiah istimewa: sebuah kalung dengan liontin berbentuk hati. "Ini untukmu, sebagai tanda bahwa kamu selalu ada di hatiku," katanya. Saskia merasa terharu dan senang. "Terima kasih, Ryan. Aku sangat mencintaimu," balasnya.

Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Beberapa minggu setelah ulang tahun mereka, Saskia mendengar kabar bahwa Zidni dan Alya telah putus. Hati Saskia berdebar-debar, campur aduk antara senang dan khawatir. "Apakah Zidni akan mencari aku?" pertanyaan itu muncul di benaknya.

Suatu hari, saat ia berada di perpustakaan, Saskia tidak sengaja bertemu Zidni. Ia tampak berbeda, lebih tenang tetapi juga sedih. "Saskia," sapanya, "lama tidak bertemu." Saskia merasa canggung, tetapi ia berusaha tersenyum. "Iya, Zidni. Apa kabar?"

Zidni menghela napas. "Aku baru saja menyelesaikan hubungan dengan Alya. Rasanya berat, tapi aku tahu itu yang terbaik." Mendengar itu, Saskia merasakan campur aduk perasaan. Ia ingin mendukung Zidni, tetapi juga tidak ingin melukai Ryan.

Setelah pertemuan itu, Saskia merasa bingung. Ia tidak ingin kembali ke dalam lingkaran perasaan yang menyakitkan, tetapi ia juga tidak bisa mengabaikan perasaan peduli terhadap Zidni. Di sisi lain, Ryan sangat mendukungnya dan selalu ada untuknya.

"Saskia, jika kamu ingin berbicara tentang Zidni, aku akan mendengarkan," kata Ryan suatu malam. Saskia merasa bersalah. "Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu. Aku mencintaimu, tetapi Zidni... dia adalah bagian dari masa lalu yang sulit," jawabnya.

Ryan menggenggam tangannya. "Kamu tidak perlu memilih antara aku dan masa lalumu. Yang penting adalah bagaimana kita melanjutkan dari sini." Kata-kata Ryan membuat Saskia merasa lebih tenang, tetapi ia tahu bahwa ia harus menghadapi perasaannya.

Saskia memutuskan untuk berbicara dengan Zidni secara terbuka. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dan jika ada kemungkinan untuk menjalin persahabatan kembali. Mereka bertemu di kafe dekat kampus.

"Zidni, aku tahu kamu baru saja putus. Aku ingin kamu tahu bahwa aku di sini untukmu jika kamu butuh teman," kata Saskia. Zidni tersenyum lemah. "Terima kasih, Saskia. Aku menghargai itu. Rasanya berat, tetapi aku berusaha untuk move on."

Saskia merasa lega bisa mendengar Zidni terbuka. Namun, saat mereka berbicara, ia menyadari bahwa perasaannya tidak sepenuhnya hilang. "Apa ini tanda bahwa aku masih menyukainya?" pikirnya dengan cemas.

Setelah pertemuan itu, Saskia merasa semakin bingung. Ia mulai mempertanyakan hubungan dengan Ryan. "Apakah aku benar-benar mencintainya? Atau aku hanya berusaha melupakan Zidni?" tanyanya pada diri sendiri.

Ia merasa terjebak di antara dua perasaan yang bertentangan. Di satu sisi, ia mencintai Ryan yang selalu mendukungnya, tetapi di sisi lain, ada kenangan indah bersama Zidni yang sulit dihapus. "Aku harus membuat keputusan," pikirnya, tetapi hatinya terasa berat.

Suatu malam, Saskia memutuskan untuk berbicara dengan Ryan. "Ryan, kita perlu berbicara," katanya dengan serius. Ryan mengangguk, dan mereka duduk di taman. "Ada yang menggangguku. Aku merasa bingung tentang perasaanku terhadap Zidni," jelasnya.

Ryan mendengarkan dengan penuh perhatian. "Aku mengerti. Terkadang, kita perlu waktu untuk memahami perasaan kita. Tapi ingatlah, aku di sini untuk mencintaimu." Kata-kata Ryan membuat hati Saskia bergetar. "Aku tidak ingin menyakitimu. Aku ingin jujur."

Setelah percakapan itu, Saskia memutuskan untuk mengambil waktu untuk diri sendiri. Ia ingin benar-benar memahami perasaannya dan apa yang ia inginkan. "Mungkin aku perlu menjauh dari Zidni untuk sementara," pikirnya.

Saskia mulai fokus pada belajar dan hobi baru. Ia menghabiskan waktu dengan sahabat-sahabatnya dan mengeksplorasi minat baru. Di dalam hatinya, ia berdoa agar bisa menemukan jawaban yang ia cari.

Beberapa minggu berlalu, dan Saskia mulai merasakan ketenangan. Ia menyadari bahwa meskipun Zidni adalah bagian dari masa lalunya, cinta yang tulus adalah yang ia miliki dengan Ryan. "Aku tidak bisa terus hidup dengan bayang-bayang," tekadnya.

Suatu malam, saat melihat bintang di langit, Saskia merasa bersemangat. "Aku siap untuk melanjutkan hidupku," katanya pada diri sendiri. Ia tahu bahwa ia tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi ia bisa mengendalikan masa depannya.

Akhirnya, Saskia memutuskan untuk mendekati Ryan. "Ryan, aku ingin kita melanjutkan hubungan ini tanpa ada keraguan. Aku mencintaimu dan ingin bersamamu," katanya dengan penuh keyakinan.

Ryan tersenyum lebar. "Aku sangat senang mendengarnya, Saskia. Aku juga mencintaimu. Kita akan menjalani ini bersama-sama." Dengan pernyataan itu, Saskia merasa lega dan bahagia. Ia tahu bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat.

Beberapa bulan kemudian, Saskia dan Ryan semakin bahagia bersama. Mereka belajar untuk saling mendukung dan memahami satu sama lain. Saskia juga menyadari bahwa ia bisa menghargai kenangan bersama Zidni tanpa merasa terjebak.

Suatu hari, Saskia bertemu Zidni secara kebetulan di kampus. "Hai, Saskia! Bagaimana kabar?" tanyanya. Saskia tersenyum. "Baik, Zidni. Aku senang melihatmu. Semoga kamu baik-baik saja."

Zidni tersenyum. "Aku baik-baik saja. Terima kasih. Aku senang melihat kamu bahagia." Momen itu memberi Saskia rasa lega. Ia tahu bahwa ia telah berhasil move on.

Saskia dan Ryan terus membangun hubungan yang kuat. Mereka berdua saling mendukung dalam impian dan cita-cita masing-masing. Saskia merasa beruntung memiliki Ryan di sampingnya.

Dengan keyakinan baru, Saskia menyadari bahwa cinta yang sejati adalah tentang saling menghargai dan tumbuh bersama. Ia tidak lagi terjebak dalam masa lalu, tetapi siap untuk menyongsong masa depan yang cerah. Kini, ia bisa tersenyum dan melangkah maju dengan penuh semangat. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....