Saturday, August 24, 2024

Dibesarkan oleh Keluarga Pecah, Membangun Sukses

Kumpulan Cerpen Siti Arofah

Ifan, seorang remaja berusia 17 tahun, berdiri di depan cermin kamarnya. Ia menatap pantulan dirinya yang kusam, namun tekad yang terpancar dari matanya tak dapat dibendung.

"Aku tidak akan menjadi orang yang tidak berguna seperti Ayah," gumamnya, mengepalkan tangan dengan kuat.

Sejak kecil, Ifan harus menerima kenyataan pahit bahwa orang tuanya bercerai. Ayahnya, seorang penjudi dan pemabuk, sering kali pulang dalam keadaan mabuk dan mengacaukan segalanya. Sementara Ibunya, seorang wanita sederhana, bekerja keras seorang diri untuk membiayai kehidupan mereka.

Suatu hari, selepas pulang sekolah, Ifan mendapati Ibunya menangis tersedu-sedu di ruang tamu.

"Bu, ada apa?" tanya Ifan dengan nada cemas.

Ibunya mendongak, air mata membasahi pipinya. "Ifan... Ayahmu, dia... dia pergi meninggalkan kita."

Ifan terkejut, namun di dalam hatinya, ia merasa lega. Akhirnya beban dalam keluarganya hilang.

"Aku... aku akan berjuang demi Ibu dan diriku sendiri. Aku tidak akan menjadi seperti Ayah," tekad Ifan dengan bulir air mata yang mulai mengalir di pipinya.

Dari situlah, Ifan bertekad untuk memperbaiki hidupnya. Ia belajar dengan giat, mengikuti berbagai kegiatan positif di sekolah, dan bekerja paruh waktu untuk membantu menghidupi keluarganya. Perlahan tapi pasti, Ifan mulai meraih berbagai prestasi akademik dan non-akademik.

Suatu hari, saat Ifan sedang menerima penghargaan sebagai salah satu siswa berprestasi di sekolahnya, Ibunya hadir dengan mata berkaca-kaca.

"Ibu bangga padamu, Nak. Kau telah membuktikan bahwa kau bisa menjadi orang yang sukses dan berguna," ucap Ibunya seraya memeluk Ifan erat.

Ifan membalas pelukan Ibunya, air mata haru mengalir di pipinya. "Terima kasih, Bu. Aku berjanji akan terus berjuang demi keluarga kita."

Dari situlah, Ifan semakin termotivasi untuk meraih cita-citanya. Ia tahu bahwa dengan kerja keras dan tekad yang kuat, ia bisa membuktikan bahwa masa lalu tidak akan menghentikan langkahnya menuju masa depan yang lebih cerah.

Beberapa tahun berlalu, Ifan kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang sukses. Setelah berjuang keras selama masa remajanya, ia berhasil diterima di salah satu universitas terkemuka dan kini tengah meniti karir yang cemerlang.

Suatu hari, Ifan pulang ke rumah untuk mengunjungi ibunya. Ketika membuka pintu, ia melihat ibunya duduk di ruang tamu dengan wajah sendu.

"Bu, ada apa? Kenapa ibu terlihat sedih?" tanya Ifan dengan nada khawatir.

Sang ibu mendongak, air mata mengalir di pipinya. "Ifan... Ibu, Ibu merasa gagal sebagai seorang ibu."

Ifan terkejut mendengar perkataan ibunya. Ia bergegas mendekati sang ibu dan memeluknya erat.

"Apa yang Ibu bicarakan? Ibu tidak pernah gagal, Ibu adalah orang terkuat yang pernah Ifan kenal!" sergah Ifan.

"Tapi Ifan... Ibu tidak bisa memberikan segalanya untukmu. Ibu tidak bisa memenuhi semua kebutuhanmu saat kau masih kecil," isak sang ibu.

Ifan menggelengkan kepalanya. "Ibu, semua yang Ibu lakukan untukku lebih dari cukup. Ibu telah bekerja keras demi kami, Ibu telah menjadi orang tua dan ibu yang luar biasa bagiku."

Sang ibu menatap Ifan dengan mata berkaca-kaca. "Benarkah? Apakah Ibu benar-benar sudah menjadi ibu yang baik untukmu?"

Ifan mengangguk mantap. "Tentu saja, Bu. Ibu adalah segalanya bagiku. Tanpa Ibu, Ifan tidak akan pernah menjadi seperti sekarang ini." Ia mengeratkan pelukannya, membiarkan air mata haru mengalir di pipinya.

Sang ibu balas memeluk Ifan erat, tangisnya pecah. "Terima kasih, Nak... Terima kasih karena telah menjadi anak yang luar biasa. Ibu bangga padamu."

Momen itu menjadi salah satu kenangan terberharga bagi Ifan. Ia menyadari bahwa kesuksesan yang ia raih adalah berkat perjuangan dan kasih sayang sang ibu. Sejak saat itu, Ifan bertekad untuk terus membahagiakan ibunya dan membalas segala pengorbanan yang telah diberikan.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....