Friday, September 13, 2024

Harus Apa Maaf Aku Terbayarkan

Irawan berjalan santai di dalam mall, menikmati suasana ramai di sekelilingnya. Namun, hatinya tertekan oleh rasa rindu yang tak kunjung pudar. Beberapa tahun lalu, ia meninggalkan Saskia tanpa berita, dan keputusan itu menghantuinya setiap hari. Ia tidak pernah bermaksud menyakiti Saskia, tetapi saat itu, ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit.

Sementara itu, di sudut lain mall, Saskia tengah berbelanja. Ia tampak ceria, tetapi di dalam hatinya, ada luka yang masih menyakitkan akibat kepergian Irawan. Meskipun ia berusaha melupakan, kenangan manis mereka selalu kembali menghantuinya dalam sepi.

Saat Irawan melintasi sebuah toko, pandangannya tertuju pada sosok yang sangat dikenalnya. Saskia, dengan senyuman yang memikat dan rambut panjangnya yang tergerai , sedang memilih pakaian. Jantung Irawan berdegup kencang. Senyumnya yang dulu selalu membuatnya merasa tenang kini terasa seperti sebuah mimpi yang hilang.

Dengan keberanian yang terpaksa, Irawan mendekati Saskia. "Saskia?" suaranya bergetar. Saskia menoleh, dan tatapan mereka bertemu. Dalam sekejap, waktu seolah berhenti. Namun, senyuman Saskia tiba-tiba memudar, dan ia menatap Irawan dengan campuran rasa terkejut dan dingin.

"Irawan," kata Saskia pelan, suaranya hampir tak terdengar. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Irawan merasa jantungnya tertekan. "Aku... aku sudah mencari kamu. Aku ingin menjelaskan semuanya."

Saskia menarik napas dalam-dalam. "Menjelaskan? Setelah semua yang terjadi? Setelah kau pergi tanpa kabar?"

Irawan merasakan sakit di dadanya. "Aku tidak bermaksud menyakiti kamu. Saat itu, aku merasa terjebak. Aku tidak tahu harus bagaimana."

Saskia menatap Irawan tajam. "Kau tahu betapa sakitnya ditinggalkan tanpa alasan? Betapa aku merasa kosong dan bingung? Aku sudah berusaha melupakanmu, Irawan. Aku tidak bisa kembali sekarang."

Irawan merasa hatinya hancur. "Tapi aku merindukanmu, Saskia. Aku ingin kembali merajut kasih yang kita miliki. Aku telah berubah."

Saskia menggelengkan kepala. "Perubahan tidak menghapus rasa sakit yang ditinggalkan. Aku sudah berusaha melanjutkan hidupku tanpa kamu. Dan sekarang, aku tidak bisa mengulangi masa lalu itu."

Irawan merasa putus asa. Ia ingin menjelaskan bahwa ia telah belajar dari kesalahannya. "Aku tahu aku salah. Tapi tolong, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Saskia menatap Irawan dengan mata yang penuh air mata. "Irawan, aku menghargai usahamu. Tapi aku tidak bisa kembali ke tempat yang menyakitkan. Kita sudah berada di jalur yang berbeda sekarang."

Irawan merasa seolah dunia runtuh di sekelilingnya. Ia ingin meraih tangan Saskia, tetapi ia tahu bahwa saat ini, semua itu hanya akan menyakiti mereka berdua lebih dalam.

Setelah pertemuan itu, Irawan merasa hampa. Ia mengingat kembali semua kenangan indah saat bersama Saskia. Mereka sering menghabiskan waktu di taman, tertawa dan berbagi impian. Kini, semua itu terasa seperti ilusi yang tak terjangkau.

Sementara itu, Saskia mencoba melanjutkan hidupnya. Ia kembali bekerja dan menghabiskan waktu bersama teman-teman. Namun, bayangan Irawan selalu hadir, membayangi setiap langkahnya. Ia merasa bingung antara rasa sakit yang pernah ada dan keinginan untuk melanjutkan hidup.

Dalam beberapa minggu setelah pertemuan itu, Irawan berusaha untuk memperbaiki diri. Ia mulai menulis jurnal, mencurahkan semua perasaannya tentang Saskia dan penyesalan yang terus menghantuinya. Ia menyadari bahwa ia harus menghadapi konsekuensi dari keputusannya yang lalu.

Suatu malam, Irawan membaca kembali catatan-catatan itu dan menemukan kekuatan dalam dirinya. Ia bertekad untuk tidak menyerah. Jika ia tidak bisa mendapatkan kembali Saskia, setidaknya ia bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Beberapa bulan kemudian, Irawan mendengar kabar bahwa Saskia akan mengadakan acara amal di kota. Ia merasa ini adalah kesempatan terakhir untuk berbicara dengan Saskia. Dengan penuh harapan, ia memutuskan untuk menghadiri acara tersebut.

Saat acara berlangsung, Irawan melihat Saskia di antara kerumunan. Ia tampak bersinar, berbicara dengan penuh semangat kepada para tamu. Irawan merasa bangga melihatnya, tetapi di saat yang sama, hatinya dipenuhi kerinduan.

Setelah acara selesai, Irawan mendekati Saskia. "Saskia, bolehkah kita berbicara sebentar?"

Saskia menatapnya dengan ragu, tetapi akhirnya mengangguk. Mereka berjalan ke sudut yang lebih sepi. "Apa yang ingin kau katakan sekarang, Irawan?"

"Iaku ingin meminta maaf. Bukan hanya karena pergi, tetapi juga karena tidak menghargai semua yang kita miliki. Aku ingin kamu tahu bahwa aku telah berubah," ungkap Irawan tulus.

Saskia menghela napas. "Perubahan itu penting, Irawan. Tapi aku sudah mengambil langkah untuk melanjutkan hidupku. Aku tidak ingin kembali ke masa lalu yang menyakitkan."

Irawan merasa hatinya hancur, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa memaksakan perasaannya pada Saskia. "Aku mengerti. Aku hanya ingin kamu bahagia, terlepas dari apapun," jawabnya dengan penuh pengertian.

Saskia mengangguk, air mata mengalir di pipinya. "Terima kasih, Irawan. Itu berarti banyak bagiku. Aku harap kita bisa saling mendukung sebagai teman."

Irawan tersenyum lemah. "Ya, sebagai teman."

Waktu berlalu, dan meskipun Irawan dan Saskia tidak bisa kembali seperti dulu, mereka belajar untuk saling menghargai. Irawan menemukan kedamaian dalam dirinya, dan Saskia melanjutkan hidupnya dengan lebih kuat.

Meskipun rasa sakit itu tidak akan pernah sepenuhnya hilang, mereka berdua tahu bahwa hidup terus berjalan. Kenangan indah akan selalu ada, tetapi mereka harus siap menghadapi masa depan dengan keberanian. Dalam hati mereka, jejak yang hilang akan selalu menjadi bagian dari diri mereka.

Setelah pertemuan itu, Irawan berusaha untuk membangun kembali kehidupannya. Ia mulai terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan mengejar hobi yang selama ini terabaikan. Ia menyadari bahwa ia harus memperbaiki diri, tidak hanya untuk Saskia, tetapi juga untuk dirinya sendiri.

Saskia, di sisi lain, semakin aktif dalam pekerjaannya. Ia mendirikan organisasi nonprofit yang fokus pada pemberdayaan perempuan. Setiap malam, setelah pulang kerja, ia sering merenungkan pertemuan dengan Irawan. Meski hatinya masih menyimpan luka, ia berusaha untuk tidak membiarkan kenangan itu menghalangi langkahnya.

Suatu hari, saat Saskia sedang mengadakan acara amal untuk organisasinya, Irawan muncul sebagai relawan. Mereka saling tatap, dan meskipun ada rasa canggung, mereka berdua merasa senang melihat satu sama lain.

"Irawan, kau di sini?" tanya Saskia, agak terkejut.

"Ya, aku ingin membantu. Aku merasa ini adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berarti," jawab Irawan dengan tulus.

Mereka mulai bekerja bersama, membagikan makanan dan kebutuhan pokok kepada perempuan dan anak-anak yang membutuhkan. Selama acara, mereka berbagi tawa dan cerita, dan sedikit demi sedikit, dinding di antara mereka mulai runtuh.

Setelah acara selesai, Irawan mengajak Saskia untuk minum kopi. "Aku ingin tahu lebih banyak tentang organisasi yang kau dirikan. Kau melakukan pekerjaan yang luar biasa."

Saskia tersenyum, merasakan kebanggaan. "Terima kasih, Irawan. Ini sangat berarti bagiku. Aku ingin membantu sebanyak mungkin orang."

Mereka duduk di sebuah kafe kecil, dan sambil menikmati kopi, Saskia mulai menceritakan tentang visinya untuk organisasi tersebut. Irawan mendengarkan dengan seksama, merasakan kecintaan Saskia terhadap pekerjaannya. Ia menyadari betapa berartinya bagi Saskia untuk membantu orang lain.

Setelah beberapa pertemuan, mereka mulai menjalin hubungan yang lebih baik. Meskipun tidak seperti dulu, Irawan merasa senang bisa berada di samping Saskia. Mereka berbagi cerita dan tawa, dan Irawan mulai merasa harapan kembali tumbuh di dalam hatinya.

Suatu sore, saat mereka berjalan pulang dari kafe, Irawan mengajak Saskia ke taman tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama dulu. "Ingat tempat ini?" tanya Irawan, tersenyum.

Saskia mengangguk, matanya berbinar. "Ya, banyak kenangan indah di sini."

Mereka duduk di bangku taman, mengenang masa lalu. Irawan merasa beruntung bisa menghabiskan waktu dengan Saskia lagi, meskipun dalam konteks yang berbeda.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Saskia masih merasakan ketakutan. Rasa sakit dari masa lalu masih membekas di hatinya. Ia khawatir bahwa jika ia membuka kembali hati untuk Irawan, ia akan terluka lagi.

Suatu malam, saat mereka sedang berbicara di telepon, Saskia mengungkapkan perasaannya. "Irawan, aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Aku takut jika aku memberi kesempatan lagi, aku akan terluka."

Irawan memahami keraguan Saskia. "Aku tidak ingin memaksamu, Saskia. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku di sini untukmu. Aku tidak akan pergi lagi."

Setelah beberapa minggu berlalu, Saskia mulai merasa bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam ketakutan. Ia memutuskan untuk memberi Irawan kesempatan. Namun, ia juga menyadari bahwa mereka perlu membangun kembali kepercayaan satu sama lain, langkah demi langkah.

Saskia mengajak Irawan untuk melakukan perjalanan singkat ke pantai, tempat mereka sering pergi saat masih bersama. "Mari kita kembali ke tempat yang penuh kenangan," ujarnya, tersenyum.

Di pantai, mereka berjalan di tepi ombak, berbagi cerita tentang impian dan harapan mereka. Irawan mengungkapkan rasa penyesalannya yang mendalam, dan Saskia merasakan ketulusan dalam kata-katanya.

Saat matahari terbenam, Irawan dan Saskia duduk di pasir, menatap langit yang berwarna oranye. "Aku merasa seperti kita bisa memulai lagi," kata Irawan, suara lembut.

Saskia menatapnya, merasakan harapan. "Ya, tapi kita harus saling percaya dan menghargai satu sama lain. Aku tidak ingin kembali ke masa lalu yang menyakitkan."

Irawan mengangguk. "Aku berjanji. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi orang yang kau harapkan."

Kembali ke kehidupan sehari-hari, Irawan dan Saskia mulai menjalani hubungan yang baru. Mereka berusaha untuk saling mendukung dalam setiap langkah. Irawan sering membantu Saskia dalam organisasi yang ia dirikan, dan Saskia memberikan dukungan moral saat Irawan mengejar impiannya.

Meskipun tantangan masih ada, mereka berdua berkomitmen untuk saling mendengarkan dan memahami. Rasa sakit yang dulu mengikat mereka kini menjadi pelajaran berharga untuk membangun hubungan yang lebih kuat.

Bertahun-tahun kemudian, Irawan dan Saskia berdiri di tempat yang sama, di tepi pantai yang mereka cintai. Kini, mereka bukan hanya sepasang kekasih, tetapi juga sahabat yang saling mendukung. Mereka telah melalui banyak hal bersama, dan cinta yang mereka bangun kini lebih kuat dari sebelumnya.

Dengan senyuman, Irawan meraih tangan Saskia. "Aku bersyukur kita bisa sampai di sini. Setiap langkah yang kita ambil membawa kita lebih dekat."

Saskia tersenyum, merasa bahagia. "Aku juga, Irawan. Kita telah melewati banyak hal, dan kini kita bisa menatap masa depan bersama."

Mereka menatap matahari terbenam, merasakan harapan baru yang bersinar di depan mereka. Jejak yang hilang kini menjadi bagian dari perjalanan mereka, dan cinta yang tumbuh semakin kuat di setiap harinya. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....