Friday, September 13, 2024

Rumah Kosong di Depan Ita

Ita baru saja pindah ke sebuah rumah kecil yang nyaman di pinggiran kota. Dari jendela kamarnya, ia bisa melihat rumah kosong yang terletak tepat di seberang jalan. Rumah itu terlihat tua dan menyeramkan, dengan cat tembok yang mengelupas dan jendela-jendela yang tertutup rapat. Masyarakat setempat sering membicarakan rumah itu, mengklaim bahwa tempat itu berhantu.

Setiap malam, saat sunyi mulai menyelimuti lingkungan, Ita merasakan ketegangan yang aneh. Suara angin berdesir melalui celah-celah jendela rumah tua itu membuatnya merasa tidak nyaman. Ia sering kali membayangkan sosok-sosok yang bisa saja berkeliaran di dalamnya.

Suatu sore, Ita bertemu dengan tetangga sebelah, Bu Rini, seorang ibu paruh baya yang ramah. Ita tidak bisa menahan diri untuk bertanya tentang rumah kosong itu.

"Ah, rumah itu sudah lama ditinggalkan," kata Bu Rini dengan nada serius. "Dulu, ada keluarga yang tinggal di sana, tetapi mereka semua pergi setelah kejadian aneh yang sering terjadi. Banyak yang bilang rumah itu berhantu."

Ita merinding mendengar cerita itu. "Apa yang terjadi?" tanyanya penasaran.

"Konon, mereka sering mendengar suara tangisan anak-anak dan langkah-langkah kaki di malam hari. Beberapa bahkan melihat sosok bergaun putih melayang di depan jendela," jawab Bu Rini, menatap rumah itu dengan ekspresi khawatir.

Malam pertama Ita di rumah barunya dipenuhi dengan mimpi buruk. Ia mimpi melihat sosok wanita berpakaian putih berdiri di depan rumah kosong, menatapnya dengan tatapan kosong. Ketika Ita berusaha mendekat, sosok itu menghilang. Ia terbangun dengan jantung berdegup kencang, merasakan keringat dingin membasahi pelipisnya.

Keesokan harinya, Ita memutuskan untuk tidak memikirkan hal-hal aneh itu. Namun, saat ia menyusuri jalan menuju pasar, rasa ingin tahunya semakin besar. Ia mulai mengamati rumah kosong itu lebih dekat.

Beberapa hari kemudian, Ita mengajak sahabatnya, Dira, untuk menghabiskan waktu di rumahnya. Saat berbincang, Ita tidak bisa menahan diri untuk menceritakan tentang rumah kosong itu. Dira, yang selalu berani, langsung tertarik.

"Kita harus mengeksplor rumah itu!" seru Dira, matanya berbinar penuh semangat. "Siapa tahu kita bisa menemukan sesuatu yang menarik."

Meski merasa ragu, Ita setuju. Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke rumah kosong itu malam hari, dengan membawa senter dan kamera.

Saat malam tiba, Ita dan Dira berdiri di depan pagar rumah kosong. Suasana sangat sunyi, hanya terdengar suara angin dan suara dedaunan yang berdesir. Pagar berkarat itu berderit saat mereka membukanya, menambah kesan menakutkan.

Mereka melangkah perlahan menuju pintu depan, yang sudah setengah terbuka. Dengan hati-hati, mereka masuk. Bau lembap dan berjamur menyambut mereka. Jendela-jendela yang tertutup debu membuat ruangan terasa gelap dan misterius.

Di dalam, mereka menemukan barang-barang lama yang terabaikan. Lemari kayu yang retak, kursi-kursi yang berdebu, dan foto-foto keluarga yang pudar di dinding. Namun, saat mereka mulai menjelajahi lebih dalam, suara aneh mulai terdengar. Seperti suara anak-anak berbisik dan tawa yang pelan.

"Ita, apa kamu mendengar itu?" tanya Dira dengan suara bergetar.

Ita mengangguk, merasa merinding. "Kita harus pergi, Dira. Ini sangat menyeramkan."

Tetapi sebelum mereka bisa keluar, tiba-tiba lampu senter mereka berkedip-kedip dan padam. Dalam kegelapan, mereka mendengar langkah kaki mendekat. Rasa takut menyelimuti mereka.

Dengan cepat, mereka mencari jalan keluar. Namun, saat mereka berlari ke pintu, sosok wanita berpakaian putih muncul di depan mereka. Wajahnya pucat dan matanya kosong, menatap mereka dengan penuh rasa sakit.

Dira berteriak, tetapi Ita terdiam, merasa seperti terhipnotis. "Siapa… siapa kamu?" tanya Ita dengan suara bergetar.

Sosok itu tidak menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah salah satu ruangan di dalam rumah. Dalam sekejap, sosok itu menghilang, dan suasana kembali sunyi.

Suatu malam, Ita terbangun oleh suara berisik dari luar. Ia mendengar suara langkah kaki dan bisikan samar-samar. Dengan rasa penasaran yang menggelora, Ita mengintip dari jendela. Kegelapan malam menutupi segalanya, tetapi ia bisa melihat bayangan samar di halaman rumah kosong tersebut.

Meskipun ketakutan, Ita merasa terdorong untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia mengenakan jaketnya dan keluar dari rumah. Langkahnya terasa berat saat ia mendekati pagar rumah kosong itu. Suara bisikan semakin jelas, tetapi tidak ada sosok yang terlihat.

Hari demi hari, Ita terus merasakan kehadiran aneh di rumah kosong itu. Ia mulai mencatat semua kejadian aneh yang terjadi di sekitarnya. Suatu sore, saat ia sedang bermain di halaman, ia melihat sesuatu yang berkilau di antara semak-semak di pekarangan rumah kosong. Dengan rasa ingin tahu, ia mendekat dan menemukan sebuah kunci tua yang berkarat.

Ita merasa seolah kunci itu memiliki makna penting. Ia membawa kunci itu pulang dan menyimpannya di bawah bantal. Malam harinya, suara-suara aneh kembali terdengar. Kali ini, Ita merasa bahwa suara-suara itu seolah memanggilnya. Ia mulai berpikir bahwa mungkin kunci itu bisa membawanya pada jawaban tentang misteri rumah kosong tersebut.

Ita dan Dira tidak menunggu lebih lama. Mereka berlari keluar dari rumah itu dan tidak berhenti sampai mereka mencapai rumah Ita. Mereka mengunci pintu dan terengah-engah. "Apa itu tadi?" tanya Dira, wajahnya pucat.

"Iya, aku tidak tahu. Tapi kita tidak boleh kembali ke sana," jawab Ita, merasakan hatinya berdegup kencang.

Malam itu, Ita tidak bisa tidur. Pikiran tentang sosok wanita dan suara-suara aneh menghantuinya. Ia merasa terikat dengan rumah kosong itu, seolah ada sesuatu yang harus ia ketahui.

Keesokan harinya, Ita memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang rumah kosong itu. Ia mengunjungi perpustakaan setempat dan mencari berita atau catatan lama tentang rumah tersebut. Setelah beberapa jam mencari, ia menemukan artikel lama yang menjelaskan tentang keluarga yang pernah tinggal di sana.

Keluarga itu memiliki seorang anak perempuan bernama Nia. Ia sering dikatakan sebagai anak yang ceria, tetapi setelah hilangnya Nia secara misterius, keluarga itu pindah dan meninggalkan rumah itu. Banyak orang percaya bahwa arwah Nia masih menghuni rumah itu, mencari keluarganya.

Ita merasa tergerak. Ia tahu bahwa ia harus kembali ke rumah kosong itu, bukan untuk melarikan diri, tetapi untuk mencari tahu kebenaran. Ia ingin membantu arwah Nia agar bisa menemukan kedamaian.

Malam itu, Ita kembali ke rumah kosong, kali ini sendirian. Ia membawa lilin dan foto Nia yang ia cetak dari artikel yang ia temukan. Dengan hati yang berdebar, ia memanggil arwah Nia.

"Nia, jika kamu di sini, aku ingin membantu. Aku tahu kamu mencari sesuatu," ucap Ita sambil menyalakan lilin.

Tak lama setelah itu, sosok wanita berbaju putih muncul lagi, tetapi kali ini, wajahnya tidak lagi menakutkan. Ia tampak lemah dan penuh harapan. "Kau… kau tahu namaku?" suara Nia lembut, seperti bisikan angin.

Ita mengangguk. "Aku tahu tentangmu. Aku ingin membantumu menemukan kedamaian."

Nia menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa pergi. Aku kehilangan keluargaku… aku ingin mereka kembali."

Ita merasa hatinya tergerak. "Mungkin mereka tidak tahu kamu masih di sini. Mari kita buat mereka tahu. Aku bisa membantu menyampaikan pesannya," kata Ita penuh semangat.

Dengan bantuan Nia, Ita mengumpulkan barang-barang yang dulu dimiliki oleh keluarga Nia. Ia menata semuanya di ruang tamu, menghidupkan kembali kenangan indah yang pernah ada. Nia tersenyum, tetapi air mata mengalir di pipinya.

Setelah menata barang-barang itu, Ita mengadakan sebuah upacara kecil di depan rumah kosong. Ia mengundang tetangga dan bahkan keluarga Nia jika mereka masih berada di kota. Dalam upacara tersebut, Ita berbicara tentang Nia dan bagaimana ia ingin agar mereka mengenang kebahagiaan yang pernah ada.

Ketika semua orang berkumpul, Ita merasakan kehadiran Nia di sampingnya. Sosok itu tampak lebih cerah, seolah beban di hatinya mulai terangkat. Saat upacara selesai, angin berhembus lembut, seolah membawa pesan Nia ke tempat yang lebih baik.

Setelah upacara, rumah kosong itu tampak lebih hidup. Suara tawa anak-anak dan kenangan masa lalu mulai mengisi ruang-ruang yang sepi. Ita merasa lega, tahu bahwa ia telah membantu Nia menemukan kedamaian.

Beberapa minggu kemudian, Ita dan Dira kembali ke rumah kosong itu. Mereka menemukan bahwa suasana di dalamnya sudah berubah. Kini, tidak ada lagi rasa takut, tetapi ada kesan hangat dan penuh kenangan.

Ita dan Dira sering mengunjungi rumah kosong itu, yang kini menjadi tempat untuk mengenang Nia dan keluarganya. Mereka merencanakan untuk mengubah rumah itu menjadi tempat komunitas, di mana orang-orang bisa berkumpul dan berbagi cerita.

Ita merasa bahwa rumah kosong itu bukan lagi tempat yang menakutkan. Ia telah mengubahnya menjadi simbol harapan dan kehidupan. Nia kini bisa beristirahat dengan tenang, dan Ita merasa bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan itu. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....