Saturday, September 14, 2024

Gangguan Di Rumah Baru Yang Semakin Parah

Dita dan keluarganya baru saja pindah ke sebuah rumah tua yang terletak di pinggiran kota. Dengan harapan baru dan semangat untuk memulai hidup yang lebih baik, mereka mulai mengatur barang-barang dan mendekorasi rumah baru mereka. Meskipun rumah itu terlihat sedikit usang, Dita merasa ada sesuatu yang menarik tentang tempat ini.

“Ini adalah awal yang baru untuk kita, sayang,” kata suaminya, Andi, sambil tersenyum. Dita mengangguk, berusaha mengabaikan rasa ragu yang menggelayuti pikirannya.

Beberapa hari setelah pindah, Dita mulai merasakan ketidaknyamanan. Dia sering mendengar suara-suara aneh, seperti bisikan lembut dan langkah kaki di malam hari. Pada awalnya, dia mengira itu hanya imajinasi, tetapi lama-kelamaan, bunyi itu semakin sering terdengar.

Anak-anak mereka, Raka dan Nia, juga mulai mengeluh. “Ibu, ada suara aneh di malam hari. Rasanya seperti ada yang melihat kita,” kata Raka dengan wajah ketakutan.

Dita mencoba menenangkan mereka. “Mungkin hanya suara angin, sayang. Kita perlu beradaptasi dengan rumah baru ini,” ucapnya sambil tersenyum, meskipun hatinya meragukan.

Seiring berjalannya waktu, gangguan itu semakin menjadi-jadi. Suatu malam, Dita terbangun karena mendengar suara ketukan di pintu kamar. Saat dia membuka pintu, tidak ada siapa-siapa di luar. Rasa takut mulai menyelimuti hatinya.

Keesokan harinya, Dita menceritakan hal ini kepada Andi. “Kita harus mencari tahu tentang sejarah rumah ini,” kata Andi. Mereka memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan setempat dan mencari informasi.

Di perpustakaan, Dita menemukan buku tua yang membahas sejarah daerah tersebut. Dia membaca tentang rumah mereka dan menemukan kisah mengerikan. “Dita, lihat ini!” seru Andi. “Dikatakan bahwa di rumah ini pernah terjadi sebuah pembunuhan.”

Dita terkejut. “Apa? Siapa yang dibunuh?”

Andi melanjutkan membaca. “Seorang ibu membunuh anaknya sendiri karena depresi. Mereka mengatakan bahwa arwah anak itu masih gentayangan di rumah ini.”

Dita merasa bulu kuduknya merinding. “Ini tidak bisa jadi kebetulan,” pikirnya.

Kembali ke rumah, Dita dan Andi memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Mereka menggali halaman belakang dan menemukan sesuatu yang mengejutkan: sebuah batu nisan kecil dengan tulisan nama seorang anak. “Ini pasti makam anak itu,” ujar Dita terkejut.

Mereka merasa sangat ketakutan dan bingung. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Andi.

Dita mengingat cerita dari perpustakaan. “Kita perlu melakukan ritual untuk mengusir arwahnya. Dia mungkin hanya ingin tenang.”

Malam itu, Dita dan Andi menyiapkan altar sederhana di dekat makam. Mereka membakar dupa dan menyiapkan makanan sebagai persembahan. Dita berdoa dengan sepenuh hati agar arwah anak itu bisa menemukan ketenangan.

Saat mereka melakukan ritual, suara-suara aneh mulai terdengar lagi. Raka dan Nia yang tidak berani tidur, berdiri di dekat mereka. “Ibu, apa yang terjadi?” tanya Nia dengan ketakutan.

“Tenang, sayang. Kami hanya ingin membantu,” jawab Dita.

Tiba-tiba, angin bertiup kencang. Dita merasa ada sesuatu yang mengelilingi mereka. Dia berusaha tetap tenang dan melanjutkan doanya.

Setelah beberapa saat, suasana menjadi hening. Dita merasa ada kehadiran di sekitarnya. Dia menutup matanya dan mendengar suara lembut. “Tolong… bantu aku…” suara itu berbisik.

Dita membuka mata dan melihat bayangan samar seorang anak kecil. “Siapa kamu?” tanyanya dengan bergetar.

“Aku… ingin pulang,” jawab bayangan itu. Dita merasa hatinya hancur. Dia tahu anak itu hanya ingin bebas dari rasa sakitnya.

Dita mulai memahami bahwa anak itu tidak ingin menyakiti mereka. Dia hanya ingin dikenang dan diingat. “Kami akan membantu kamu agar bisa tenang,” ucap Dita, berusaha meyakinkan.

Setelah melakukan ritual, Dita mencoba mencari tahu lebih banyak tentang ibu yang membunuh anaknya. Dia menemukan bahwa ibu itu juga sangat menderita. Dita merasa perlu melakukan sesuatu untuk memberi kedamaian bagi arwah anak itu dan ibunya.

Dita mengajak Andi untuk berbicara dengan orang-orang di sekitar rumah. Mereka mulai mencari keluarga atau keturunan dari ibu tersebut. Akhirnya, mereka menemukan seorang wanita tua yang ternyata adalah saudara jauh dari ibu itu.

Dengan izin wanita tua tersebut, Dita mengundangnya ke rumah untuk berbicara. “Kami ingin membantu agar arwah anak itu tenang,” kata Dita.

Wanita itu terharu dan bersedia membantu. Mereka merencanakan sebuah upacara untuk mengenang anak yang hilang dan memberikan pengampunan kepada ibunya.

Hari upacara tiba. Dita, Andi, dan wanita tua itu berkumpul di halaman belakang dekat makam. Mereka menyalakan lilin dan berdoa. Suasana terasa khidmat.

Dita berbicara kepada arwah anak itu, “Kami ingat kamu. Kami ingin kamu tenang dan bahagia. Maafkan ibumu dan kami akan menjaga ingatanmu.”

Saat mereka berdoa, Dita merasakan kehadiran yang hangat. Bayangan anak itu tampak lebih jelas dan tersenyum. “Terima kasih…” bisiknya sebelum menghilang.

Setelah upacara, Dita merasakan perbedaan. Suara-suara aneh di rumah mulai menghilang. Anak-anak mereka juga merasa lebih tenang dan tidak lagi mengeluh tentang gangguan.

Dita dan Andi merasa lega. Mereka telah melakukan sesuatu yang berarti, tidak hanya untuk arwah anak itu, tetapi juga untuk diri mereka sendiri. Rumah baru ini kini terasa lebih nyaman.

Seiring waktu, Dita dan keluarganya mulai menjadikan rumah baru itu sebagai tempat yang penuh cinta dan kebahagiaan. Mereka sering merayakan hari-hari kecil dan memperingati arwah anak itu dengan cara yang penuh kasih.

Maya, wanita tua yang membantu mereka, sering mengunjungi dan menjadi bagian dari keluarga baru Dita. Mereka berbagi cerita dan saling mendukung, menciptakan ikatan yang lebih kuat.

Musim semi tiba, dan Dita memutuskan untuk mengadakan acara kecil di rumah mereka. Dia ingin merayakan kedamaian yang telah mereka temukan dan mengenang arwah anak itu dengan cara yang positif. Dia mengundang tetangga dan teman-teman dekat untuk berkumpul, berbagi cerita, dan menikmati kebersamaan.

Dita menyiapkan makanan dan dekorasi yang ceria. Saat tamu mulai datang, suasana di rumah terasa hangat dan penuh tawa. Raka dan Nia sangat bersemangat menyambut teman-teman mereka.

“Bu, bisa kita ceritakan tentang anak itu?” tanya Raka, yang penasaran ingin berbagi cerita yang telah mereka lalui.

Dita tersenyum, merasa bangga. “Tentu, sayang. Kita bisa menceritakan tentang pentingnya mengenang dan menghormati mereka yang telah pergi.”

Di tengah acara, Dita berdiri di depan tamu dan mulai bercerita. “Beberapa waktu lalu, rumah ini menyimpan kenangan yang kelam. Namun, kita telah melakukan sesuatu yang baik untuk membawa kedamaian.”

Dita menjelaskan tentang arwah anak yang mereka bantu, bagaimana mereka melakukan upacara pengampunan, dan mengapa penting untuk mengenang yang telah pergi. Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian.

Saat Dita berbicara, Nia menggenggam tangan ibunya, mengingat kembali pengalaman menegangkan yang pernah mereka hadapi. “Ibu, aku senang kita bisa membantu dia,” bisik Nia.

Setelah acara, Dita merasa lebih dekat dengan komunitasnya. Tetangga-tetangga mereka mulai mengunjungi lebih sering, dan mereka menciptakan ikatan yang lebih kuat. Dita pun mulai lebih aktif dalam kegiatan di lingkungan sekitar, mengorganisir acara untuk membantu satu sama lain.

Satu malam, saat Dita sedang bersih-bersih di halaman, dia melihat seorang wanita tua datang. “Dita, aku ingin memberitahumu sesuatu,” kata wanita itu, wajahnya tampak serius.

“Ya, Bu. Ada apa?” tanya Dita, khawatir.

“Setelah upacara itu, aku merasakan perubahan di rumahmu. Sepertinya arwah anak itu telah menemukan kedamaian,” jawabnya.

Dita merasa lega. “Terima kasih, Bu. Kami merasa lebih tenang setelah semua yang terjadi.”

Meskipun banyak hal telah berubah, Dita masih merasakan ada hal yang belum sepenuhnya teratasi. Dia mulai mencari tahu lebih dalam tentang ibu yang membunuh anaknya, berharap bisa menemukan jalan untuk memberikan penutupan bagi semua orang yang terlibat.

“Bu, bagaimana kalau kita mencari tahu tentang sejarah ibu itu?” tanya Andi suatu malam saat mereka berdiskusi.

Dita mengangguk. “Aku ingin tahu apa yang membuatnya melakukan itu. Mungkin kita bisa membantu keluarganya juga.”

Setelah beberapa hari melakukan penyelidikan, Dita menemukan beberapa catatan di perpustakaan yang menyebutkan nama ibu tersebut dan keluarganya. Dita dan Andi memutuskan untuk mengunjungi keluarga ibunya.

Mereka menemukan rumah yang ditinggali ibu itu, kini kosong dan terbengkalai. Dita merasa hati ini berat. “Bagaimana kalau mereka tidak mau berbicara dengan kita?” tanya Andi.

“Kita harus berusaha. Mungkin mereka juga butuh penutupan,” jawab Dita.

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya mereka bertemu dengan seorang wanita muda yang merupakan anak ibu tersebut. “Kami sudah lama tidak berbicara tentang ibu. Rasanya menyakitkan,” katanya, air matanya mulai mengalir.

Dita dan Andi menceritakan apa yang mereka lakukan untuk arwah anak itu dan bagaimana mereka ingin membantu agar keluarga bisa mendapatkan penutupan.

Wanita itu terlihat terharu. “Kami merasa sangat bersalah. Ibu kami adalah orang yang baik, tetapi dia terpuruk dalam kesedihan,” ujarnya.

Dita merasa empati. “Kami ingin membantu agar semua bisa berdamai dengan masa lalu,” kata Dita.

Mereka merencanakan sebuah upacara kecil di rumah Dita untuk mengenang ibu dan anak tersebut bersama-sama. Dita mengundang wanita muda itu dan beberapa anggota keluarga lainnya. Mereka ingin memberikan penghormatan dan pengampunan yang layak.

Hari yang ditunggu pun tiba. Suasana hening dan penuh harapan saat semua orang berkumpul di halaman. Dita memimpin doa dan menceritakan kembali pentingnya cinta dan pengampunan.

Setelah upacara, wanita muda itu mengungkapkan rasa terima kasihnya. “Kalian telah memberikan kami kesempatan untuk berdamai. Terima kasih telah mengingat ibu kami,” ujarnya sambil terisak.

Dari hari itu, dua keluarga yang sebelumnya terpisah oleh tragedi berusaha untuk saling mendukung. Dita dan Andi menjaga hubungan baik dengan keluarga wanita muda itu, dan mereka sering berkumpul untuk merayakan momen-momen kecil bersama.

Dita merasa bahwa semua yang mereka lalui telah mengubah hidup mereka. Dia belajar bahwa meskipun masa lalu bisa menyakitkan, cinta dan pengampunan dapat membawa kedamaian.

Bulan demi bulan berlalu, dan Dita merasakan rumah baru mereka dipenuhi dengan kehangatan dan cinta. Anak-anak mereka tumbuh dengan penuh rasa syukur, dan Dita merasa bangga melihat bagaimana mereka belajar menghargai kehidupan dan orang-orang di sekitar mereka.

Maya, wanita tua yang telah membantu mereka sebelumnya, sering datang berkunjung. “Kamu telah melakukan hal yang luar biasa, Dita. Kau telah membawa kedamaian tidak hanya untuk arwah anak itu, tetapi juga untuk keluargamu,” ucapnya.

Dita tersenyum, “Semua ini berkat cinta dan dukungan kita satu sama lain. Kita tidak sendirian dalam perjalanan ini.”

Dengan hati yang penuh, Dita berjanji untuk terus merayakan hidup, mengenang yang telah pergi, dan menyebarkan cinta kepada semua orang di sekitarnya. Rumah itu kini menjadi tempat di mana setiap jiwa bisa menemukan kedamaian dan cinta abadi. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....