Saturday, September 14, 2024

Ketika Ku RIndu Ibu Yang Jauh Di sana

Di sebuah desa kecil, tinggal seorang ibu bernama Maya. Dia adalah sosok yang penuh kasih sayang dan perhatian. Maya memiliki seorang putri, Olivia, satu-satunya anak yang sangat dicintainya. Sejak kecil, Maya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Olivia, mendidiknya dengan penuh cinta dan pengorbanan.

Olivia, yang kini berusia dua puluh lima tahun, tumbuh menjadi wanita yang cantik dan cerdas. Dia baru saja lulus dari universitas dan mendapatkan pekerjaan impiannya di sebuah perusahaan arsitektur. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama ketika Olivia mengungkapkan kabar besar.

Suatu sore, saat mereka duduk di teras rumah, Olivia mengungkapkan berita yang mengguncang dunia Maya. “Ibu, aku akan menikah,” katanya dengan senyum lebar. Maya merasa bahagia, tetapi kebahagiaan itu segera disertai dengan keraguan.

“Siapa yang beruntung itu?” tanya Maya, dengan nada antusias tetapi cemas.

“Namanya Daniel. Dia bekerja di bidang teknik dan baru saja mendapatkan tugas di Amerika,” jawab Olivia.

Maya terdiam. Dia tahu bahwa jika Olivia menikah dan pergi ke Amerika, itu berarti akan ada jarak yang memisahkan mereka. Namun, dia tahu bahwa sebagai seorang ibu, dia harus mendukung kebahagiaan anaknya.

Persiapan pernikahan dimulai. Olivia tampak sangat bersemangat, sementara Maya merasakan campuran antara kebahagiaan dan kesedihan. Dia mulai merencanakan segala sesuatu, mulai dari gaun pengantin hingga tempat resepsi.

Namun, saat melihat Olivia berbelanja gaun pengantin, Maya tidak bisa menahan air matanya. “Ibu, kenapa kamu menangis?” tanya Olivia, terkejut.

“Tidak, sayang. Aku hanya merasa sangat bangga padamu. Kamu akan memulai babak baru dalam hidupmu,” jawab Maya sambil tersenyum, meskipun hatinya terasa berat.

Hari pernikahan tiba, dan suasana penuh kebahagiaan menyelimuti. Semua orang berkumpul untuk merayakan cinta Olivia dan Daniel. Maya berdiri di samping putrinya, merasa bangga dan sedih sekaligus. Ketika Olivia melangkah di altar, Maya merasa seolah waktu berhenti.

Setelah upacara, saat pesta dimulai, Maya tidak bisa berhenti memikirkan apa yang akan terjadi setelah itu. “Ibu, aku akan baik-baik saja. Daniel mencintaiku,” kata Olivia, mencoba menenangkan ibunya.

Setelah pernikahan, Olivia dan Daniel bersiap untuk pergi ke Amerika. Maya membantu mereka mengemas barang-barang. Saat mereka siap pergi, Maya merasa hatinya hancur. Dia memeluk Olivia dengan erat. “Ingat, apa pun yang terjadi, Ibu selalu ada untukmu,” bisiknya.

“Terima kasih, Ibu. Aku akan merindukanmu setiap hari,” jawab Olivia dengan air mata mengalir di pipinya.

Saat Olivia dan Daniel pergi, Maya berdiri di depan rumah, menatap mobil yang semakin menjauh. Rasa kosong menyelimuti hatinya.

Di Amerika, Olivia dan Daniel memulai kehidupan baru. Mereka tinggal di sebuah apartemen kecil yang nyaman. Olivia berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan pekerjaan barunya. Namun, di balik senyumnya, dia merindukan ibunya.

Maya selalu menghubungi Olivia setiap malam, bertanya tentang kehidupannya di sana. “Ibu, semuanya baik-baik saja. Daniel sangat perhatian,” kata Olivia dalam salah satu percakapan mereka.

Namun, setiap kali Olivia merasa bahagia, ada rasa kesepian yang menyertai. Dia merindukan rumah dan ibunya.

Beberapa bulan berlalu, dan Olivia mulai merasakan tekanan dalam pekerjaan dan kehidupan barunya. Dia merasa terasing di negara yang asing. Daniel berusaha mendukungnya, tetapi terkadang, Olivia merasa kesulitan untuk berbagi perasaannya.

Suatu malam, Olivia menerima telepon dari ibunya. “Ibu, aku merasa kesepian di sini,” ungkap Olivia dengan suara bergetar.

“Olivia, kamu kuat. Cobalah untuk beradaptasi. Jangan ragu untuk berbagi perasaanmu dengan Daniel,” kata Maya dengan lembut.

Maya merindukan Olivia setiap hari. Dia mulai menulis surat untuk putrinya, mengungkapkan semua perasaannya. “Olivia, setiap kali aku melihat foto-foto kita, aku merasa bangga padamu. Ingatlah bahwa cinta kita tidak akan pernah pudar, meskipun jarak memisahkan kita.”

Olivia menerima surat-surat itu dengan penuh haru. Dia merasa terhubung dengan ibunya meskipun ada ribuan kilometer yang memisahkan mereka.

Setelah setahun di Amerika, Olivia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya untuk mengunjungi ibunya. Dia merindukan rumah, tempat di mana dia dibesarkan. Saat dia tiba, Maya menyambutnya dengan pelukan hangat.

“Anakku, kamu terlihat bersinar,” kata Maya sambil menahan air mata.

Mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan mengenang masa lalu. Olivia merasa bahagia bisa kembali ke rumah, dan Maya merasa hidupnya kembali utuh.

Kunjungan Olivia membawa kembali kehangatan dalam hubungan mereka. Mereka berbicara tentang tantangan yang dihadapi Olivia di Amerika dan bagaimana dia berusaha menyesuaikan diri. Maya memberikan nasihat dan dukungan yang dibutuhkan Olivia.

“Jangan pernah ragu untuk mencintai dirimu sendiri, Olivia. Kamu sudah melakukan yang terbaik,” kata Maya.

Olivia menyadari bahwa meskipun hidupnya telah berubah, cinta dan dukungan ibunya selamanya akan menjadi fondasi yang kuat.

Setelah kembali ke Amerika, Olivia merasa lebih kuat dan percaya diri. Dia berbagi pengalaman dan perasaannya dengan Daniel, yang semakin memahami perjalanan hidupnya. Mereka berdua berkomitmen untuk saling mendukung dalam setiap langkah.

Maya terus menulis surat untuk Olivia, yang kini menjadi pengingat akan cinta dan kekuatan ikatan mereka. Meskipun terpisah oleh jarak, hati mereka selalu terhubung.

Dengan cinta dan dukungan yang tak tergoyahkan, Olivia menemukan kebahagiaan dalam hidupnya di Amerika, sementara Maya merasa bangga melihat putrinya tumbuh dan beradaptasi. Mereka menyadari bahwa cinta seorang ibu tidak mengenal batasan, dan itu akan selalu menjadi kekuatan terbesar dalam hidup mereka.

Setelah beberapa bulan, Olivia semakin nyaman dengan kehidupan barunya. Dia mulai membangun kariernya di perusahaan arsitektur dan merencanakan proyek-proyek besar. Namun, di dalam hatinya, dia selalu merindukan Maya. Setiap akhir pekan, Olivia menghabiskan waktu dengan Daniel, tetapi kerinduan kepada ibunya tidak pernah sirna.

Suatu hari, saat mereka sedang menikmati makan malam, Olivia berkata kepada Daniel, “Aku ingin merayakan ulang tahun Ibu di sini, di Amerika. Aku ingin dia merasakan kebahagiaan di tempatku sekarang.”

Daniel tersenyum. “Itu ide yang bagus! Kita bisa mengundang teman-teman dan membuat acara spesial untuknya.”

Olivia mulai merencanakan kejutan untuk Maya. Dia menghubungi beberapa teman di Amerika untuk membantu mempersiapkan pesta. Setiap malam, dia menyiapkan dekorasi dan menu yang akan disajikan. Dia ingin membuat hari itu berkesan untuk ibunya.

Sementara itu, Maya tetap menjalani rutinitas sehari-hari di desa. Dia merasa bahagia mengetahui Olivia baik-baik saja, tetapi kadang merasa kesepian. Dalam hati, dia berharap bisa mengunjungi putrinya suatu saat nanti.

Akhirnya, hari ulang tahun Maya pun tiba. Olivia mengatur semua kejutan dan mengundang ibunya untuk datang ke Amerika. “Ibu, aku ingin kamu merayakan ulang tahunmu di sini. Aku sudah menyiapkan segalanya,” ungkap Olivia saat menelepon.

Maya tidak percaya. “Benarkah? Aku sangat senang!” ucapnya, suaranya bergetar penuh emosi.

Ketika Maya tiba di bandara, Olivia menunggu dengan penuh rasa antusias. Saat mereka bertemu, pelukan hangat di antara mereka membuat hati Maya penuh dengan kebahagiaan. “Aku merindukanmu, Ibu!” seru Olivia.

Maya terkejut dengan semua persiapan yang dilakukan Olivia. Pesta ulang tahun diadakan di apartemen mereka, dengan dekorasi yang cantik dan makanan lezat. Teman-teman Olivia datang untuk merayakan, dan suasana penuh tawa dan kebahagiaan.

Maya merasakan cinta yang mengalir di atmosfer tersebut. Ketika sudah tiba saatnya untuk meniup lilin, Olivia berdiri di samping ibunya dan berkata, “Ibu, terima kasih telah menjadi sosok yang luar biasa dalam hidupku. Aku tidak akan pernah menjadi diriku yang sekarang tanpa cinta dan pengorbananmu.”

Maya terharu, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. “Aku bangga padamu, sayang. Kamu adalah kebahagiaanku.”

Setelah pesta, mereka berdua duduk bersama di teras apartemen, menikmati malam yang tenang. Maya menceritakan kenangan masa kecil Olivia, bagaimana dia mengajarinya bersepeda, atau bagaimana mereka sering memasak bersama. Olivia pun menceritakan tantangan yang dia hadapi di Amerika.

“Ibu, aku merasa lebih kuat sekarang. Meskipun jarak memisahkan kita, cinta kita selalu menyatukan kita,” kata Olivia dengan tulus.

Maya mengangguk. “Cinta itu kekuatan, sayang. Tidak ada yang bisa memisahkan kita.”

Selama kunjungan Maya, mereka berbicara tentang masa depan. Olivia mulai merindukan kampung halamannya. “Ibu, aku ingin membawa Daniel ke desa kita suatu saat nanti. Aku ingin dia melihat tempat di mana aku dibesarkan,” ungkap Olivia.

Maya tersenyum. “Itu ide yang bagus. Dia perlu melihat akar keluargamu.”

Olivia mulai memikirkan rencana untuk membawa Daniel ke desa. Dia ingin menunjukkan semua keindahan tempat asalnya, serta kebudayaan yang ada di sana.

Setelah beberapa minggu, Maya harus kembali ke kampung halamannya. Saat perpisahan, Olivia merasa berat. “Ibu, aku akan merindukanmu sekali lagi. Tapi aku akan segera datang untuk mengunjungi,” janji Olivia.

“Jangan khawatir, sayang. Kita akan selalu terhubung. Ingat, aku ada di sini untukmu,” jawab Maya sambil memeluk Olivia erat.

Setelah Maya pergi, Olivia merasa hampa. Namun, dia bertekad untuk terus membangun hidupnya di Amerika sambil merencanakan kunjungan ke desa.

Beberapa bulan kemudian, Olivia mengajak Daniel untuk mengunjungi desa. “Aku ingin kamu melihat tempat aku dibesarkan. Ibu pasti sangat senang,” katanya dengan semangat.

Daniel setuju dan mereka mulai merencanakan perjalanan. Saat hari yang dinanti tiba, Olivia merasa bersemangat dan cemas sekaligus.

Setelah tiba di desa, Olivia dan Daniel disambut hangat oleh Maya dan tetangga. Maya sangat bahagia melihat putrinya dan menantunya bersama.

Selama di desa, Olivia menunjukkan semua tempat favoritnya kepada Daniel. Mereka mengunjungi sekolah dasar tempat Olivia belajar, serta taman di mana mereka sering bermain.

Maya mengajak mereka untuk mengunjungi kebun sayur dan buah yang selalu dijaga. “Lihat, ini semua hasil kerja keras kita,” kata Maya sambil tersenyum bangga.

Daniel terkesan dengan keindahan dan kesederhanaan desa. Dia mulai memahami lebih dalam tentang kehidupan dan budaya di tempat asal Olivia.

Suatu malam, saat mereka duduk di teras rumah, Daniel berkata kepada Maya, “Terima kasih telah menerima saya sebagai bagian dari keluarga ini. Olivia menceritakan banyak hal tentang Ibu yang sangat menginspirasi.”

Maya tersenyum, merasa bangga. “Kami adalah keluarga. Yang terpenting adalah saling mencintai dan mendukung satu sama lain.”

Olivia merasa bahagia melihat kedekatan antara Daniel dan ibunya. Dia tahu, meskipun mereka tinggal terpisah, mereka adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Setelah kunjungan itu, Olivia dan Daniel kembali ke Amerika dengan hati penuh kenangan indah. Mereka berdua semakin yakin tentang masa depan bersama.

Maya terus mendukung putrinya dari jauh, merasa bangga akan semua pencapaian Olivia. Meskipun jarak memisahkan, cinta mereka semakin kuat.

Olivia menyadari bahwa meskipun hidup membawanya jauh, ikatan dengan ibunya akan selalu menjadi fondasi terkuat dalam hidupnya. Dengan semangat baru, dia melangkah maju, siap menghadapi setiap tantangan yang ada, dengan cinta sebagai panduan. Demikian Kumpulan Cerpen Siti Arofah kali ini semoga berkenan di hati.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....