Saturday, October 17, 2009

Asa Dalam Rinai Air Mata

Asa Dalam Rinai Air MataKumpulan Cerpen Siti Arofah. Akhirnya aku kembali bekerja lagi. Betapa baik hatinya majikanku mau menerima aku kembali sebagai buruhnya lagi. Setelah sebelumnya aku kembali ke rumah orang tuaku karena sakit panas yang tak kunjung reda. saat itu, tubuhku telah tak berdaya. Untuk pulangpun, aku diantar temanku. Mungkin typus yang telah menderaku waktu itu, nyatanya di rumah orang tuaku, aku diberi ibuku minuman yang dibuat dari cacing yang telah dibakar dan ditumbuk, aku disuruh meminumnya beberapa hari layaknya minum kopi. Selang beberapa hari penyakitku pergi, aku telah segar kembali seperti sedia kala.

Aku adalah pengantar air galon keliling. Kulakoni pekerjaan ini meski hasil dari jerih payahku ini tak seberapa besar. Aku hanya mampu mecukupi kebutuhanku sendiri. Kerasnya kehidupan yang kian hari kian harus lebih berjuang guna bertahan hidup memompa adrenalinku untuk bisa memilih masa depan. Begitu sulitnya mencari lapangan pekerjaan saat ini. Pengangguran merambah dimana-mana, belum lagi PHK juga semakin meraja rela. Daripada menjadi pengangguran tak menentu, mau tak mau aku pilih pekerjaan ini, meski hanya sebagai pengantar air galon keliling.

Untungnya, majikan tempatku bekerja sangat baik. Ia memperhatikan kebutuhanku. Biaya kost dan makan sudah ditanggung oleh majikanku. Aku diberi imbalan uang rokok dan seribu rupiah tiap galon yang aku antar. Dengan pendapatanku yang seperti itu, aku jadi tak bisa mengirimi uang untuk orang tuaku. Tapi betapa besarnya hati orang tuaku, nyata mereka disana memahami keadaan diriku. Kadang, rinai air mata ku tak kuasa turun satu demi satu membasahi pipiku di kala aku sedang sendiri. Aku seperti anak yang tak tau diri telah tega tak mengingat keberadaan orang tuanya.

Sedang usiaku, kian hari semakin bertambah, sejenakpun tak mau berhenti meski hanya untuk sesaat sekalipun. Manusiawi, sebagai seorang laki-laki keinginan untuk menikah selalu menyambangi dalam kubah hatiku ini. Bukankah bayangan-bayangan indah bersama sang pujaan hati adalah impian setiap insan di jagad raya ini ? Tapi, bagaimana dengan aku yang seperti ini ? Kadang, aku begitu takut menunggu saat masa depanku tiba. Harapan-harapan indah seolah hanya sebagai bunga mimpi belaka penghias di siang bolong.

Di sebuah malam di bawah lampu temaram kutatap langit membiru gelap. Begitu sempurna keindahannya, bintang-bintangnya bertaburan, mereka seakan mengajakku tertawa riang untuk sejenak melupakan kesedihanku ini. Kadang aku tersenyum pada mereka berharap mereka senang jika aku bahagia. Merekalah temanku sepanjang malam-malam sepiku yang tanpa bertepi. Ingin sekali kupetik satu saja darinya. Ah, bodohnya aku terlalu lama berhayal ! Aku kembali dalam do'a di atas sebuah sajadah biru pemberian ibu saat aku ingin berangkat merantau berharap Sang Illahi mau mengubah nasibku kelak.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....