Friday, October 16, 2009

Jangan Kau Cepat Pergi, Mimpi

Jangan Kau Cepat Pergi MimpiKumpulan Cerpen Siti Arofah. Pagi ini aku terbangun dari sebuah mimpi. Mimpi yang paling terindah dari sekian mimpi-mimpiku yang pernah ada. Aku bertemu dengan istriku yang telah meninggalkanku beberapa tahun yang lalu. Ia pergi meninggalkan aku dan seorang buah hati kami sesaat setelah berhasil melahirkan Aisyah, putri tunggal kami yang cantik secantik Mamanya. Ya,... istriku pergi setelah berjuang untuk bisa melahirkan Aisyah, meski nampak sangat berat perjuangan itu akhirnya berakhir maut.

Dalam mimpi itu, aku benar-benar tak menyadari jika saat itu aku tengah di alam mimpi. Seakan antara semu dan nyata tak sedikitpun ada bedanya . Istriku benar-benar hadir menemaniku. Tubuhnya terbalut gaun serba putih. Ia nampak begitu cantik sekali. Tiada cacat satupun padanya, aku semakin terpesona padanya. Senyumnya masih sama seperti saat-saat terindah dulu ketika ia masih hidup. Saat itu, aku seakan hendak bertamu di sebuah istana yang sangat megah dan indah serba bercahaya. Dalam hati bertanya-tanya, siapakah penghuni istana nan indah dan megah ini ? Tiba-tiba saja aku terhenyak kaget luar biasa, ternyata yang membuka pintu itu adalah istriku. Sejenak aku terdiam, kupandangi dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki, saat tangannya yang lembut itu memegang gagang pintu yang terbuat dari emas, kukenali kalau tangan itu adalah tangan istriku. Dia menjawab salamku dengan penuh mesra, tanganku dikecupnya. Dia bagaikan seorang bidadari dari syurga untukku. Sayangnya, mimpi ini berakhir terlalu dini. Aku terbangun. Air mataku mengalir begitu saja, seakan tak rela jika mimpi ini masih ingin kulanjutkan.

Fitri, istriku adalah sosok istri idaman bagiku. Aku begitu mencintainya sejak kunikahi dirinya. Dia begitu lembut, penyayang dan penuh perhatian padaku. Dia benar-benar wanita yang pandai mendampingiku. Dia tau apa yang harus dia lakukan saat aku senang pun di saat-saat susah sekalipun. Kala duka menderu, dia penyemangatku., tak jemu-jemu dialah orang pertama yang membuat aku tak pernah putus asa. Kala senang, ia selalu mengingatkanku untuk selalu menyisihkan kebahagiaan ini kepada kaum dhuafa. Pernah ia meminta agar dikala mampu sebaiknya walau sedikit kita harus semampunya memberi. Dengan kita memberi mungkin akan bermanfaat, jangan menunggu saat kita tak punya apa-apa lantas kita menyesal akan ketidak mampuan itu.

Kini aku malah tengah asyik bersama Aisyah. Membesarkannya sendiri adalah kebahagiaan tersendiri bagiku. Kini Aisyah telah berumur lima belas tahun. Sebuah waktu yang memberiku sebuah arti kesabaran bagi seorang aku yang ditinggalkan oleh istri. Aku begitu bangga padanya, karena kini ia menjadi wanita sholehah yang selalu menuruti setiap kata-kataku. Setiap langkahnya ada do'aku di sana. Do'a dari seorang ayah kepada anak yang begitu disayanginya.

Aku juga masih belum ingin mencari pengganti Mama untuk Aisyah. Tak ada yang mampu menggantikan posisi fitri bagiku. Mungkin karena aku begitu teramat mencintainya, rasanya enggan mencari pengganti fitri. Beberapa laki-laki sepertiku mungkin akan lebih memilih menikah. Tetapi tidak bagi diriku. Aku tak ingin menodai kebaikan dan ketulusan cinta yang telah terukir dari tangan istriku. Fitri, semoga kau menjadi bidadariku di Syurga.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....