Tuesday, April 16, 2019

Rahma, Istriku

Rahma, Istriku
Kumpulan Cerpen Siti Arofah. Seketika istriku jatuh tergeletak di teras ruang tamu dalam sebuah pukulan dari tanganku. Namun setelahnya istriku sama sekali tak bergerak. Aku mencoba menyentuh wajahnya. Ia hanya diam membisu. Kucoba menepuk-nepuk pipinya, namun istriku sama sekali tak menjawab apapun. Tampak darah mengalir di dahinya. Serta merta kugendong tubuhnya yang ringan menuju ke mobil.



 

"Bi, tolong di rumah saja ya, saya mau bawa ibu ke rumah sakit", aku hanya bicara seperlunya saja. Wajah bibi, pembantu rumahku tampak gusar, seolah ia mengetahui apa yang telah terjadi saat itu. Wajar jika ia tak berani berbuat apa-apa saat kami sedang ribut.

Di rumah sakit, istriku langsung ditempatkan di UGD. Aku hanya bisa menunggu di luar ruangan. Saat-saat penantian ini membuatku tersiksa. Pikiranku melayang - layang ke sana kemari tak beraturan. Antara cemas dan takut menghantui adrenalinku. Cemas akan bagaimana nasib istriku kelak. Takut jika seandainya istriku tak tertolong, aku yang bersalah !

Kali ini aku menangis. Air mata ini nampaknya sangat sulit kubendung. Kenapa aku begitu tega terhadap istriku ? Aku tau, jika istriku sabar menghadapi aku yang sangat-sangat egois terhadapnya selama ini. Aku marah karena istriku memanggil aku dengan sebutan "KAMU". Padahal jauh di balik itu rupanya istriku telah memendam rasa kecewa terhadapku. Aku pernah menyamakan dirinya sebagai pelacur, karena di rumah ia mengenakan pakaian yang seksi. Sedang aku tak menyukainya karena kakak perempuanku sedang menginap di rumah kami. Aku sadar seharusnya aku tak menyebutnya atau menyamakan dirinya seperti itu. Tapi aku kelepasan bicara. Tapi mengapa ego ini menyelimuti aku, hingga tak ada kata maaf sedikitpun untuknya.

Aku juga sering melontarkan kata-kata yang seharusnya sangat tak layak untuknya. Aku sering menyebutnya sebagai Tolol dan bodoh. Padahal berkali-kali istriku mengingatkan aku, "Mencela seorang muslim merupakan kefasikan" dan ia juga bilang, " mengapa kata-kata itu berani ia ucapkan untuk orang yang akan menemani hidupnya ? mengapa dengan orang lain aku masih bisa menjaga ?" . Ah, Mengapa aku tak mau mendengar kata-katanya.

Tertata lagi kenagangan-kengan manis, saat aku dengannya masih menjadi sebuah pasangan yang indah. Betapa ia menjaga anak-anakku dengan rasa kasih sayangnya meski terkadang aku iri, sebab ia begitu sangat sayang terhadap anak-anakku.

Tersadar, aku tengah menunggu di ruang tunggu. Kuusap beberapa kali air mata yang tumpah begitu saja. Yaa . . . Tuhan, maafkan aku. Aku begitu menyia-yiakan dia. Aku benar-benar menyesal Tuhan. Beri aku kesempatan untuk membalas apa yang telah kulakukan untuk istriku selama ini. Aku janji tak akan menyia-nyiakan dirinya lagi.

Sesaat dokter keluar dari pintu UGD. "Bapak Raka ?" Aku berdiri. Namun dokter tersebut nampak gelisah, meski berusaha untuk tenang. "Maaf, istri anda tak tertolong lagi." Seketika itu aku berlari ke jasad istriku yang kini sudah tak bernyawa lagi. "Rahma istriku, maafkan aku !" aku berteriak keras, seolah aku menyesal untuk seumur hidup.

6 comments:

Terima kasih untuk sobat-sobat yang mau berbagi sharing disini ....